A. Pengertian Perilaku Nonverbal
Di
dalam relasi konselor-klien terjadi perilaku verbal (bahasa lisan) yang
di dalamnya terlihat pula perilaku nonverbal, seperti gerak, isyarat,
gerak tubuh, air mata, getaran suara, cara duduk, dan sebagainya. Bahasa
lisan (verbal) mungkin saja bertentangan dengan perilaku nonverbal, dan
mungkin pula perilaku nonverbal tersebut mendukung/menekankan bahasa
lisan.
Perilaku nonverbal tidak muncul secara acak, akan tetapi berada dalam setiap elemen helping relationship. Artinya,
klien terus saja menghadirkan perilaku tersebut bersamaan dengan
lisannya. Sebab setiap saat klien mungkin saja secara tak disadari
menekankan atau menentang bahasa lisannya dengan perilaku nonverbal.
Suatu ilmu yang mempelajari bahasa tubuh (body language) diberi nama kinesics, yaitu ilmu
yang didasari atas pola-pola perilaku yang berhubungan dengan gerak
tubuh termasuk gerak jari-jari, tangan, bibir, dan mata. Suatu studi
(Julius Fast, 1973) menunjukkan bahwa bahasa tubuh dapat bertentangan
dengan bahasa verbal. Suatu contoh yang klasik adalah seorang gadis yang
mengatakan kepada konselor bahwa dia sangat membenci pacarnya,
sementara pada air matanya ia memungkiri.
B. Klasifikasi Perilaku Nonverbal
Berdasarkan penelitian, perilaku nonverbal dapat dikelompokkan menjadi:
1. Body motion atau kinesics behavior. Termasuk di dalamnya gestures (gerak isyarat), gerakan tubuh, pernyataan air muka, perilaku/gerakan mata.
2. Physical characteristic, (karakteristik
fisik): yang termasuk tanda-tanda fisik yang tak bergerak seperti, bau
badan/mulut, berat, tinggi, dan sebagainya.
3. Touching behavior, yaitu perilaku-perilaku dalam kontak dengan orang lain seperti usapan, salaman, ucapan selamat tinggal, memukul, dan memegang.
4. Paralanguage, yaitu
hal-hal yang berhubungan dengan lisan/bahasa/suara, termasuk kualitas
bahasa seperti tekanan suara, rirme/irama, tempo, artikulasi, resonansi,
dan karakteristik vokal.
5. Proxemics, penggunaan jarak atau kedekatan.
6. Artifac, penggunaan lipstik, parfurm, kacamata, wig, dan sebagainya.
7. Environmental factor, penggunaan perobatan, dekorasi interior, lampu-lampu, harum-haruman, warna, temperatur, musik, suara, dan sebagainya.
C. Tujuan Perilaku Nonverbal
Mengenai tujuan-tujuan perilaku nonverbal telah dikelompokkan oleh Paul Ekman dan W.V. Friesen dalam bukunya The Repertoire of Noverbal Behavior (1969) yaitu:
1. Sebagai emblems (lambang).
2. Sebagai ilustrator (juru lukis).
3. Sebagai effect display (pertanyaan-pertanyaan
perasaan) seperti ekspresi air muka yang diulangi, memperbesar,
pertentangan, atau berhubungan dengan keadaan peraaan dalam verbal
(marah, takut, senang)
4. Sebagai regulations (pengaturan-pengaturan)
terhadap perbuatan seperti goyangan kepala, kerlingan mata, yang
memelihara atau mengatur pembeciraan dan mendengarkan.
5. Sebagai adapters yaitu penyesuaian gerak tubuh dan penyesuaian emosi.
D. Perilaku Nonverbal dalam Konseling
1. Metode penggunaan fotografi
Tujuan
metode ini adalah untuk menentukan apakah emosi dapat diteliti dengan
cermat. Kelemahan metode penggunaan fotografi adalah karena ketiadaan
gerakan dan kurangnya informasi tentang urutan kegiatan perilaku dalam
fotografi itu.
2. Metode film dan video
Ruang konseling dilengkapi dengan kamera TV pengintai (surveillance camera)
untuk dipancarkan ke layar TV di ruangan observasi dimana berkumpul
beberapa calon konselor untuk mengamati emosi, stres, perilaku
nonverbal, dan bahasa lisan dari klien itu.
3. Gerakan isyarat
Gerakan isyarat juga telah diteliti dalam beberapa setting drama,
pidato, dan kegiatan belajar mengajar. Perilaku nonverbal kegiatan
belajar-mengajar di kelas telah diteliti dengan menggunakan rekaman film
dan video. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki keterampilan guru dalam
mengajar serta respon guru terhadap berbagai emosi siswa di kelas.
4. Setting wawancara
Di
dalam setting wawancara, khususnya wawancara konseling, konselor dapat
mengamati bahasa nonverbal klien misalnya klien stres, klien dengan
isyarat tertentu, pengawakan tubuh waktu duduk, serta gerakan tubuh yang
mengandung makna-makna tertentu.
5. Pengamatan psikiatris
Masyarakat
Indonesia dengan budayanya yang pluralistik juga mempunyai
isyarat-isyarat bahasa nonverbal dimana secara umum dapat dimaknai oleh
orang Indonesia. Berikut ini beberapa bahasa isyarat dalam perilaku
nonverbal pada budaya Indonesia.
a. Membelalakkan mata; marah, terkejut, menentang, heran.
b. Muka merah; malu, menahan marah.
c. Dahi dikerutkan, mata agak terpejam, menghadapi kesukaran.
d. Menggosok-gosok mata, menghadapi kesukaran, berpikir.
e. Menggaruk-garuk kepala, menahan malu, kesal.
f. Memegang kepala dengan dua tangan sambil tertuntuk; kecewa, konflik, stres, keadaan pelik menekan.
g. Telinga merah; menahan malu, marah.
h. Menggoyang-goyangkan kaki saat duduk; menahan stres.
E. Perilaku Verbal dan Nonverbal Konselor
Saat
seorang konselor menghadapi klien, dia mengkomunikasikan perilaku
verbal dan nonverbal. Dengan demikian semestinya konselor akan perilaku
dalam tugas mencapai tujuan konseling. Namun tidak semua perilaku verbal
dan nonverbal konselor dapat membantu klien sehingga membuat konselor
efektif.
Sering
terjadi perilaku konselor kurang bermakna, suka mengkritik dengan
tajan, kurang bersahabat, dan sebagainya. Lisan konselor yang demikian
itu akan membuat klien menjadi enggan berbicara dengan dia. Di samping
itu ada pula perilaku nonverbal konselor yang membuat klien sebel,
kesel, dan sebagainya. Mengapa terjadi hal-hal yang demikian itu? Karena
konselor kurang sensitif dan kurang terlatih dengan perilaku verbal dan
nonverbal.
Sumber :
Sofyan S. Willis. 2009. Konseling Individual Teori dan Praktik. Bandung: ALFABETA