Tuesday 31 May 2011

A.  Teori Kepribadian Menurut Gordon, W. Allport
1. Pengantar
a.    Orientasi Umum
Sejak tahun tiga puluhan pemikiran-pemikiran yang terutama di dalam psikologi ialah mengenai kuantifikasi atau pencarian dasar-dasar tak sadar yang mendorong tingkah laku manusia. Dalam situasi ilmiah yang demikian itu Gordon W. Allport mengambil jalannya sendiri yang berbeda atau menyimpang 
dari pandangan umum itu; dia mengadakan penyelidikan secara kualitatif dan mengutamakan dorongan-dorongan sadar.

b.    Riwayat Allport
Gordon W. Allport dilahirkan di Indiana pada tahun 1987 tetapi dibesarkan serta mendapat pendidikan yang mula-mula di Cleveleand. Ayahnya seorang dokter, saudaranya tiga orang semuanya laki-laki. Dia menyelesaikan pelajaran “ undergraduate” nya di Harvard University. Tahun 1919 menyelesaikan pelajarannya dengan keahlian pokok ilmu Ekonomi dan Filsafat.[1]
c.    Gambaran Mengenai Pendirian Allport.
Oleh karena daerah kerjanya yang begitu luas, maka sebenarnya tidaklah mudah untuk menandai sifat-sifat khas dari pendiriannya. Namun ahl tersebut dapat juga  dilakukan.
1.      Tulisan-tulisannya selalu menunjukkan usaha untuk mementingkan sifat kompleks dank has (unik) daripada tingkah laku manusia.
2.      Bagi Allpotr tidak ada kontinuitas antara normal dan tidak normal, antara anak dan orang dewasa, antara manusia dan hewan. Teori seperti psikoanalisis mungkinn sangat berguna untuk tingkah laku yang tak normal, akan tetapi sedikit sekali gunanya untuk menghadapi tingkah laku yang normal.
3.       Penggunaan metode dan penemuan-penemuan psikologis di dalam tindakan, di mana usaha dilakukan untuk memperbaiki keadaan social yang tak diinginkan merupakan hal yang sangat dipentingkan oleh Allport.
4.      Allport menyatakan, bahwa karyanya terutama ditujukan pada masalah-masalah empiris dan tidak untuk mendapatkan suatu kesatuan metodologi dan teori.
2. Pokok-pokok teori Allport
a.      Struktur dan Dinamika Kepribadian
1)      Kepribadian Watak dan Temperamen.
a)      Kepribadian
Bagi Allport definisa . Sebelum sampai kepada definisinya sendiri dia mengemukakan dan membahas lima puluh definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang tersebut.
Menurut Allport kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sitem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
b)      Watak (Character)
Walaupun istilah kepribadian dan watak sering digunakan secara bertukar-tukar. Namun Allport menunjukkan bahwa biasanya kata watak menunjukkan arti normatif, serta menyatakan bahwa watak adalah pengertian ethis dan menyatakan bahwa Character is persomality evaluated, and personality is character devaluated. (Watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak tak dinilai).[2]
c)      Temperamen
Bagi Allport temperament adalah bagian khusus dari kepribadian yang diberikannya definisi demikian:
Temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya kena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kekuatan suasana hatinya, dan segala cara daripada suasana hati, gejala ini tergantung kepada faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.
2)      Sifat (Trait)
a.       Sifat
Adalah Sistem neurophisis yang digeneralisasikan dan diarahkan dengan kemampuan untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, dan memulai serta membimbing tingkah laku adaftif dan ekspessi secara sama.[3]
b.      Perbedaan sifat dengan beberapa pengertian yang lain
Ø  Kebiasaan (habit)
Sifat (trait) dan kebiasaan (habit) kedua-duanya adalah tendens determinasi, akan tetapi sifat itu lebih umum, baik dalam situasi yang dicocockinya, maupun dalam response yang terjelma darinya.
Ø  Sikap (attitude)
Perbedaan antara pengertian sifat (trait) dan sikap (attitude) sukar diberikan. Bagi Allport kedua-duanya itu adalah khas, kedua-duanya  dapat memulai atau membimbing tingkah laku, kedua-duanya adalah hasil dari faktor genetis dan belajar.
Ø  Type
Allport membedakan antara sifat dan tipe. Menurut dia orang dapat memiliki sesuatu sifat, tetapi tidak dapat memiliki sesuatu tipe. Tipe adalah konstruksi ideal si pengamat, dan seseorang dapat disesuaikan dengan tipe itu tetapi dengan konsekuensi diabaikan sifat-sifat khas individualnya.
c.       Sifat-sifat umum (bersama) dan sifat-sifat individual
Suatu hal yang sangat penting di dalam mempelajari teori Allport ini ialah berusaha mengerti mengenai perbedaannya antara sifat-sifat umum (bersama) dan sifat-sifat individualnya.
d.      Sifat pokok, sifat sentral dan sifat sekunder
Allport membedakan antara sifat pokok, sifat sentral dan sifat sekunder
1)       Sifat pokok atau cardinal trait
Sifat pokok ini demikian menonjolnya (dominannya) sehingga hanya sedikit saja kegiatan-kegiatan yang tak dapat dicari, baik secara langsung bahwa kegiatan itu berlangsung karena pengaruhnya.
2)      Sifat sentral (central trait).
Sifat sentral ini lebih khas, dan yang merupakan kecenderungan–kecenderunganjndividu yang sangat khas/karakteristik, sering berfungis dan mudah ditandai.
3)      Sifat sekunder (secondary trait).
Sifat sekuder ini nampaknya berfungsinya lebih terbatas, kurang menentukan didalam deskripsi kepribadian, dan lebih terpusat (khusus) response-response yang didasarinya serta perangsang-perangsang yang dicocokinya.
e.       Sifat-sifat ekspressif
Sifat-sifat ekpressif ini merupakan disposisi yang member warna atau mempengaruhi bentuk tingkah ;laku, tetapi yang pada kebanyakan orang  tidak mempunyai sifat mendorong.
f.       Kebebasan daripada sifat-sifat
Allport berpendapat bahwa sifat itu dapat ditandai bukan oleh sifat bebasnya yang kaku, tetapi terutama oleh kualitas memusatnya. Jadi sifat itu cenderung untuk mempunyai pusat, disekitar pusat itulah pengaruhnya berfungs, tetapi tingkah laku yang ditimbulkannya juga secara serempak (simultan) dipengaruhi oleh sifat-sifat yang lain.
g.      Ketetapan (consistency) daripada sifat-sifat
Jelas, bahwa kesimpulan-kesimpulan yang digunakan untuk menandai sifat adalah ketetapannya. Jadi sifat itu dapat dikenal hanya karena keteraturan atau ketetapannya didalam cara individu bertingkah laku. Kenyataan, bahwa ada banyak sifat-sifat yang saling menutup satu sama lain yang serempak aktif menunjukkan ketidak tetapan yang jelas didalam tingkah laku individu relatif akan sering diketemukan.
h.      Intensi (Intensio)
Lebih penting dari penyelidikan mengenai masa lampau ialah penyelidikan mengenai intensi atau keinginan individu mengenai masa depannya. Istilah intensi dui gunakan dalam arti yang meliputi pengertian harapan-harapan, keinginan-keinginan, ambisi, cita-cita seseorang.
i.         Proprium
Ada orang memberi julukan kepada Allport sebagai seorang “ ego” atau “ self” psychologist tetapi julukan itu hanya sebagian saja tepat. Allport mengemukakan hendaknya semua fungsi self atau ego itu disebut fungsi proprium ( propriate function ) daripada kepribadian.
Fungsi-fungsi ini ( termasuk kesadaran jasmani, self identity, self esteem, self extention, rational thinking, self image, propriate striving, dan fungsi mengenal ) semuanya adalah bagian-bagian yang vital daripada kepribadian.
b.      Perkembangan Kepribadian
Melihat teori otonomi fungsional itu nyatalah bahwa individu itu dari lahir itu mengalami perubahan-perubahan yang penting.
  1. Neonatus Kanak-kanak
Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk  yang diperlengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan refleks-refleks. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki kepribadian.
  1. Transformasi Kanak-kanak
Perkembangan itu melewati garis-garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan-perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa itu.
Jadi, menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah makhluk biologis, lalu berubah/berkembang menjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya meluas dan merupakan inti daripada tujuan danaspirasi-aspirasi masa depan.
  1. Orang Dewasa
Pada orang dewasa factor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifta-sifat (traits) yang terorganisasikan dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang  dimiliki neonatus.
Menurut Allport pribadi yang telah dewasa itu pada pokoknya harus memiliki hal-hal yang tersebut di bawah ini:
1.       Extension of  self
Yaitu bahwa hidupnya tidak harus terikat secara sempit kepada kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya dengan kebutuhan-kebutuhan serta kewajiban-kewajiban yang langsung.

2.      Self  Objectification
Ada dua komponen pokok dalam hal ini, ialah humor dan insight.
a. Insight
Apa yang dimaksud dengan insight di sini ialah kecakapan individu untuk mengerti dirinya.
b. Humor
Yang dimaksud dengan humor di sini tidak hanya berarti kecakapan untuk mendapatkan kesenangan dan hal yang mentertawakan saja, melainkan juga kecakapan untuk mempertahankan hubungan positif dengan dirinya sendiri dan objek-objek yang disenangi, serta menyadari adanya ketidakselarasan dalam hal ini.

  3.    Filsafat hidup (Weltanschauung, philosophy of life)
Walaupun individu itu harus dapat obyektif dan bahkan menikmati kejadian-kejadian dalam hidupnya, namun mestilah ada latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakannya, yang memberinya arti dan tujuan. Religi merupakan salah satu hal penting dalam hal ini.

B.  Teori Kepribadian Menurut HJ. Eysenck
1.    Riwayat hidup Eysenck
HJ. Eysenck dilahirkan di jerman pada tahun 1916, dan di sana pulalah dia mendapatkan pendidikannya yang mula-mula. Pada tahun 1934, karena tekanan gerakan Nazi dia meninggalkan Jerman dan pindah ke Inggris. Di sinilah dia melanjutkan studinya, dan pada tahun 1940 dia berhasil memperoleh gelar Ph. D. dalam psikologi di Universitas London.[4]

2.    Pokok-pokok teori Eysenck
Di dalam merumuskan pendapatnya mengenai tingkah laku manusia. Eysenck memilih konsepsi-konsepsi yang sederhana dan bercorak operasional. Dia yakin, bahwa di masa yang akan dating teori dan eksperimen harus bergandengan tangan, dan dengan demikian banyak kelemahan akan dapat diatasi. Hal ini pada pendapatnya dapat ditempuh dengan membuat perumusan yang sederhana dan bercorak operasional itu.
Inti pandangan Eysenck dalam psikologi dapat dicari sumbernya pada keyainannya bahwa pengukuran adalah fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa dalam lapangan psikologi sebenarnya orang belum pasti tentang hal “apa” yang sebenarnya diukur.
Jadi, Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa analisis faktor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini.

3.    Struktur Kepribadian
Eysenck berpendapat, bahwa kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variable-variabel kompleks dan tidak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan analisisnya, yaitu dengan analisis factor, telah menghasilkan system kepribadian yang ditandai oleh hanya adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas. Di sini akan dikemukakan hal tersebut secara singkat.
  1. Kepribadian.
Pandangan Eysenck yang luas dan menyeluruh mengenai kepribadian nampak menjelma pada kenyataan, bahwa pendapatnya banyak mengandung persamaan dengan berbagai definisi dalam lapangan ini; terlebih-lebih pendapatnya itu banyak sekali persesuaiannya dengan pendapat Allport.
Corak yang khas pada pendapat Eysenck ini ialah dinyatakannya secara ekspiisit tentang “factor somatic”. Perhatian terhadap factor konstitusional ini timbul dari pengalaman praktis, dimama dalam tugasnya Eysenck sering menggunakan tubuh sebagai variable kepribadian yang relevan.
Hal yang sentral dalam pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian-pengertian sifat (trait) dan tipe (type). Dia memberi definisi sifat sederhana sekali, yaitu hanya sebagai “an observed constellation of individual action-tendencies”.

  1. Struktur Kepribadian
Berbicara tentang struktur kepribadian Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hirarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Diurut dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling rendah dan paling khusus adalah :
-          type
-          trait
-          habitual response
-          specific response

  1. Sifat-sifat Kepribadian
Walaupun Eysenck membuat definisi mengenai sifat-sfat (traits) secara eksplisit, namun sedikit sekali dia memberikan uraian secara mengunsur mengenai hal tersebut, setidak-tidaknya kalau dengan nama “sifat” itu. Perhatian pokoknya tertuju kepada dimensi-dimensi dasar atau tipe-tipe kepribadian.[5]

  1. Tipe-tipe Kepribadian
Secara keseluruhan dapat dilihat , bahwa research  Eysenck diarahkan kepada suatu tujuan utama, yaitu menemukan dimensi-dimensi primer daripada kepribadian, yang akan memungkinkan penyusunan tipologi yang cukup baik dan tahan uji. Seperti telah dikatakan penyelidikan-penyelidikan Eysenck banyak dibimbing oleh dasar-dasar teoritis yang dirumuskan oleh Kretschmer dan Jung; sedang hasil penyelidikan tersebut kebanyakan memperkuat dasar teoritis yang berasal dari Jung; tetapi gagal dalam mencari kesesuaian dengan ramalan-ramalan yang dilandaskan pada teori Kretchmer.
Di dalam penyelidikan yang dilakukannya terhadap kurang lebih 10.000 orang yang  normal dan neurotis yang di langsungkan selama perang dunia 11, Eysenck menemukan dua variable fundamental. Penyelidikan ini dimulai terhadap 700 orang tentara yang neurotis. Dari penyelidikan ini dapat diketemukan (dengan analisis factor) dua factor dasar, yaitu apa yang disebutnya “neuroticism” dan “introversion-extraversion”.
Sebagai hasil akhir daripada penyelidikan-penyelidikannya itu Eysenck membuat pencandraan mengenai “introvers” dan “ekstravers” itu pada pokoknya sebagai berikut:
-          Orang-orang yang introvers (neurotis) itu memperlihatkan kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala ketakutan dan depresi, ditandai oleh kecenderungan obsesi mudah tersinggung, aparti, syaraf otonom mereka labil. Menurut pernyataan mereka sendiri perasaan mereka gampang terluka, mudah gugupan, menderita rasa rendah diri, mudah melamun, sukar tidur. Intelegensi mereka relative tinggi, perbendaharaan kata-kata baik, dan cenderng untuk tetap pada pendirian (keras kepala). Umumnya mereka teliti tetapi lambat. Pilihan mereka mengenai kesenangan tertuju kepada gambar-gambar yang tenang dan model lama. Mereka kurang suka pada lelucon.
-          Menurut Eysenck, orang ekstravers memiliki kendali diri yang kuat. Ketika dihadapkan pada rangsangan-rangsangan traumatik seperti tabrakan mobil, otak ektravers akan menahan diri, artinya dia akan “mengacuhkan” trauma yang dialami dan karenanya tidak akan terlalu teringat dengan apa yang telah terjadi. Setelah mengalami kecelakaan mobil, orang ektravers mungkin akan “melupakan” apa yang dialaminya dan meminta orang lain agar berhati-hati mengendarai mobil. Karena orang ini tidak terlalu merasakan dampak kejadian itu, sehingga bisa jadi keesokan harinya dia sudah siap mengendarai mobil lagi.[6]
Dengan cara seperti yang telah disebutkan di muka itu pula Eysenck berusaha mendapatkan pencandraan yang mengunsur mengenai dimensi “neuroticism”.
Eysenck menduga, bahwa factor-faktor keturunan memegang peranan dalam hal “neuroticism” ini namun hasil penyelidikannya tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Pada penyelidikan-penyelidikan yang lebih kemudian, Eysenck menemukan bahwa disamping kedua dimensi dasar itu ada satu dimensi dasar lagi, yaitu yang disebutnya “psychoticism”.  Orang yang dimensi “psyychoticism”nya tinggi mempunyai sifat-sifat sebagai digambarkan berikut ini:
-          Orang yang psikotis itu tidak lancer, prestasinya rendah dalam penjumlahan (angka-angka) yang kontinyu, dalam “mirror drawing”, asimilasinya lambat pada tes perspektif, kurang pasti terhadap sikap-sikap social, daya konsentrasi rendah, ingatan kurang baik, cenderung membuat gerak-gerik yang lebih besar dan menaksir jarak serta score berlebih-lebihan, membaca lambat, taraf aspirasi kurang sesuai dengan kenyataan. Jadi hasil akhir daripada penyelidikan Eysenck itu adalah diketemukannya tiga dimensi dasar atau tipe kepribadian, yaitu: introversion-extraversion, neuroticism, dan psychoticism.
Dipandang dari segi perumusan teoritis, mungkin tidak begitu banyak hal yang baru yang diberikan oleh Eysenck, akan tetapi dipandang dari segi metodologis sumbangannya sangat besar.  Banyak perumusan-perumusan teoritis yang telah ada sebelumnya telah diuji kebenarannya. Dalam pada itu tidak boleh dilupakan, bahwa jasa Eysenck dalam perkembangan psikiatri social adalah sangat besar, yang sekaligus juga membawa pandangan baru dalam cara pendekatan (approach) dalam lapangan psikiatri.
Untuk mendapatkan wawasan yang jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan dalam beberapa periode, sebab pada saat-saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama.Pada umumnya, sarjana-sarjana ilmu psikologi mengemukakan pembagian-pembagian periode tadi menurut pertimbangan sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh karena batas-batas yang jelas dari masa-masa perkembangan itu memang tidak bisa dipastikan dengan seksama. Setiap pencetus teori ingin menonjolkan beberapa aspek dalam setiap fase. Sekalipun begitu, pembagian-pembagian tadi pada intinya banyak mengandung unsur kesamaan.[1]
Dalam periodisasi perkembangan, para ahli bermacam-macam pendapatnya, yang pada garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga pandangan yaitu:
-        Periodisasi berdasarkan pandangan biologis,
-        Periodisasi berdasarkan pandangan didaktis, dan
-        Periodisasi berdasarkan pandangan psikologis.[2]

A.     Perodisasi Perkembangan Berdasarkan Pandangan Biologis
Yang dimaksud dengan periodisasi berdasarkan biologis ialah para ahli kejiwaan mendasarkan pembahasannya pada kondisi atau proses pertumbuhan biologis anak. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pertumbuhan biologis ikut berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.[3]
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
1.    Pendapat Arisroteles:
a.    Fase I                        : umur 0-7 tahun disebut masa anak kecil, kegiatan anak waktu ini hanya bermain.
b.    Fase II           : umur 7-14 tahun disebut masa anak atau masa sekolah di mana kegiatan anak mulai belajar di sekolah dasar.
c.    Fase III         : umur 14-21 tahun disebut masa remaja atau puberitas, masa ini adalah masa peralihan (transisi) dari anak menjadi orang dewasa.
Pembagian ini lamanya masing-masing fase adalah tujuh tahun, ditandai dengan perubahan-perubahan jasmani anak, antara fase I dan fase II itu ditandai dengan adanya pergantian gigi, serta batas antara fase II denagn fase III ditandai dengan mulai berkerjanya atau berfungsinya organ kelengkapan kelamin, contoh mulai aktif kelenjar kelamin.
2.    Pendapat Sigmund Freud:
a.    Fase oral        : umur 0-1 tahun, masa ini mulut merupakan sentral pokok keaktifan yang dinamis.
b.    Fase anal       : umur 1-3 tahun, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembuangan kotoran.
c.    Fase falis       : umur 3-5 tahun, fase ini alat-alat kelamin merupakan daerah organ paling penting.
d.   Fase latent     : umur 5-12/13 tahun, terdapat kecenderungan- kecenderungan dalam keadaan tertekan.
e.    Fase pubertas: umur 12/13-20 tahun, dorongan-dorongan timbul kembali (implus-implus), tetapi dapat disublimasikan hingga menuju fase kematangan.
f.     Fase genital   : umur 20 tahun-ke atas, seseorang telah sampai pada awal dewasa.
3.    Pendapat Kretschmer
a.         Fullungsperiode I, umur 0-3 tahun, pada masa ini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati.
b.    Streckungsperiode I, umur 3-7 tahun, kondisi badan anak tampak langsing (tidak begitu gemuk) biasanya sikap anak tertutup sukar bergaul, juga sukar didekati.
c.    Fullungsperiode II, umur 7-13 tahun, keadaan fisik anak kembali gemuk.
d.   Streckungsperiode II, umur 13 tahun, keadaan fisik anak kembali langsing.

B. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Pandangan Didaktis
Yang dimaksud dari tinjauan ini adalah dari segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada peserta didik pada masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar atau mendidik anak pada masa tertentu tersebut.
Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain:
1.    Johann Amos Comenius
a.    Scola materna (sekolah ibu) usia 0-6 tahun, masa anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra di bawah asuhan ibu (keluarga).
b.    Scole vermecula (sekolah bahasa ibu) usia 6-12 tahun, mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya di sekolah dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu).
c.    Scola latina (sekolah bahasa latin), masa anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnaya dengan bahasa asing, pada usia 12-18 tahun.
d.   Academia (akademia) adalah media pendidikan yang tepat bagi anak usia 18-24 tahun.
2.    Jean Jacques Roesseau
a.    Usia 0-2 tahun, adalah masa asuhan.
b.    Usia 2-12 tahun, adalah masa pentingnya pendidkan jasmani dan alat-alat indra.
c.    Usia 12-15 tahun, adalah masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas.
d.   Usia 15-20 tahun, adalah masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan juga pembinaan mental agama.
3.    Dr. Maria Montessori,
a.    Usia 1-7, masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar melalui alat indra.
b.    Usia 7-12, masa abstrak, di mana anak sudah mulia memperhatikan masalah kesusilaan, mulai berfungsi perasaan etisnya yang bersumber dari kaat hatinya.dia mulai tahu kebutuhan orang lain.
c.    Usia 12-18, masa pertemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial.
d.   Usia 18-24, masa pendidikan di perguruan tinggi, masa untuk melatih anak (mahasiswa) akan realitaskepentingan dunia. Ia harus mampu berpikir secara jernih, jauh dari perbuatan tercela.
4.    Menurut Undang-undang Pendidikan Nasional:
a.    Pendidikan tingkat taman kanak-kanak (usia sampai 6 tahun).
b.    Pendidikan dasar (usia  6-15 tahun).
c.    Pendidikan menengah (usia    15-18 tahun).
d.   Pendidkan tinggi (usia    18-24 tahun).

C.     Periodisasi Perkembangan Berdasarkan Psikologis
Para ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut biologis dan didaktis.
1.    Pendapat Oswald Kroh:
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroh. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya[4], yang disebutnya dengan istilah trotz-periode. Menurutnya, sepanjang kehidupan ini terdapat tiga kali masa trotz, yaitu:
a.    Trotz-periode I, anak mengalami masa krisis pertama ketika ia berusia 3-5 tahun. Masa ini disebut juga masa anak-anak awal.
b.    Trotz-periode II, anak mengalami masa krisis yang kedua ketika iaberusia 11-12 tahun, masa ini termasuk masa keserasian bersekolah.
c.    Trotz-periode III, terjadi pada akhir masa remaja, dan lebih tepat disebut dengan masa kematanagn  dari pada masa krisis.
2.    Pendapat Kohnstamm:
a.    Periode Vital (0-1 tahun), disebut juga masa menyusu.
b.    Periode Estetis (1-6 tahun), disebut juga masa pencoba dan masa bermain.
c.    Periode Intelektual (6-12 tahun), disebut juga masa sekolah.
d.   Periode Sosial (12-21 tahun), disebut juga masa pemuda.
e.    Periode manusia matang (21 tahun ke atas) disebut juga masa dewasa.
3.    Pendapat Robert J. Havighurst:
a.    Masa bayi dan anak kecil, usia 0-6 tahun.
b.    Masa sekolah, usia 6-12 tahun.
c.    Masa remaja, usia 12-18 tahun.
d.   Masa dewasa awal, usia 12-18 tahun.
e.    Masa setengah baya, usia 30-50.
f.     Masa tua, usia 50 tahun ke atas.[5]

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List