Saturday 24 November 2012


Penyiar radio, MC dan presenter televisi Olivia Fendry, kini bergabung dalam keluarga besar Syle Factor! Wanita berambut indah ini akan mengulas tip seputar  fashion, kecantikan dan musik di Style Factor video dan blog.
Saya mencintai musik sejak bayi. Dulu, mama saya cukup menyetel suara radio atau kaset agar saya terlelap. Semua genre, dari pop, R&B, Soul, Hip-hop, Jazz, Alternative, Rock, Rip-hop, Electronic, hingga dance bersahabat di telinga saya.Tapi bila ditanya era musik favorit, 90-an adalah jawabnya. Alasan pertama, saya dibesarkan di era tersebut, dan tak bisa dipungkiri karya musisi di era 90-an baik dengan format band, boyband, atau pun grup vokal semuanya mudah dinikmati dan tak lekang oleh waktu, dengan harmonisasi suara serta dentuman ritme drum yang khas.

Walaupun pada akhirnya saya tak mahir menyanyi, tapi musik selalu menjadi bagian dari keseharian, bahkan menuntun saya memantapkan langkah berkarir sebagai penyiar radio. Siaran di radio sangat menyenangkan. Selain seperti punya teman maya, saya senang menjadi orang yang bisa mempengaruhi mood pendengar lewat lagu yang diputar.

Saya percaya akan kekuatan lirik dan aransemen sebuah lagu. Untuk menciptakan mood melankolis, tipe lagu balada bisa menjadi pilihan, atau menaikkan mood lesu menjadi ceria lagu dengan musik yang ‘kaya’ adalah jawabnya. Dari semua kamus musik yang saya punyai sejak berkarir sebagai penyiar radio, saya punya 10 lagu andalan untuk dinikmati:

1. Lagu jatuh cinta: I Call It Love – Lionel Richie
Seperti cinta, bagi saya musik juga merupakan bahasa universal. Keduanya ditakdirkan untuk saling melengkapi. Saat jatuh cinta, lagu yang ingin didengar orang biasanya liriknya seputar jatuh cinta. Di telinga saya, lagu ini paling manis membawa pesan moral bahwa kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta. Ketika sudah terkena panah cinta, semua rasa yang aneh tetapi nyata itu adalah cinta, dan kita akan melakukan apa saja untuk mempertahankan rasa itu. Indah bukan?

2. Lagu saat sedang mendambakan cinta: Falling in love at a coffee shop - Landon Pigg
Mungkin karena terlalu banyak terdoktrin oleh film Hollywood, adegan di mana sepasang manusia yang secara takdir dipertemukan tak sengaja lalu jatuh cinta pada pandangan pertama. Setiap kali mendengarkan lagu romantis dari Landon Pigg ini saya kadang berkhayal ingin bisa merasakan hal serupa. Jatuh cinta seperti di dalam film.

3.  Lagu agar berpikir positif: Something Special – Colbie Caillat 
Setiap orang pasti pernah merasa tak percaya diri, ragu akan kemampuan diri sendiri, dan takut gagal. Nah di saat sedang tenggelam oleh kecemasan dan pikiran negatif tersebut, saya menjadikan lagu ini mantra untuk menyingkirkan energi negatif yang ada dengan menanamkan pikiran positif bahwa setiap orang punya kemampuan spesial.

4. Lagu pemompa semangat di pagi hari: You Make My Dreams – Hall & Oates
Mendengarkan lagu ini di pagi hari paling pas untuk membantu mengumpulkan semangat dan mood yang baik, supaya hari di awali dengan ceria.

5. Lagu Penenang saat terjebak macet: Syalala – Soulvibe
Di saat terjebak macetnya jalanan ibukota, daripada menghabiskan energi untuk kesal, saya lebih memilih untuk mendengarkan lagu ini. Aransemen musik yang seru dan singable membuat saya bernyanyi-nyanyi di dalam mobil dan mengacuhkan kemacetan.

6. Lagu untuk menggoyang lantai disko : Baby I’m Yours – Breakbot featuring Irfane
Tanpa ragu lagu ini akan membuat saya langsung menggerakan badan ketika mendengarnya, oleh karena itu saya nobatkan lagu ini menjadi dance song untuk saya.

7. Lagu ketika cinta tak bisa bersatu: Pretty Wings – Maxwell
Pernah di satu keadaan dimana anda merasa bertemu orang yang tepat tetapi waktunya tidak tepat untuk kalian menjalin hubungan? Lagu ini menggambarkan keadaan itu dengan akurat, dan dibalut dengan aransemen dan vokal Maxwell yang seksi membuat lagu ini tetap manis walaupun berujung sedih.

8. Lagu saat patah hati: He Won’t Go – Adele
Saya lebih memilih lagu ini ketimbang someone like you karena lagu ini menggambarkan seseorang yang masih menolak untuk move on, karena sakit hatinya masih belum sembuh.

9.  Lagu penyemangat diri: Miss Independent – Ne Yo
Menurut saya lagu ini menggambarkan bahwa tidak semua pria terintimidasi dengan kemandirian wanita, bahkan ada pria yang mencintai seorang wanita karena kemandiriannya.

10. Lagu unik saat santai : Settle Down – Kimbra
Penyanyi baru asal New Zealand memiliki keunikan dalam gaya maupun musiknya. Cerita lagu ini sebenarnya pasti keinginan terpendam setiap wanita, tetapi dibawakan dengan aransemen musik yang quirky menjadikan lagu ini bukan sekedar cheesy song. (Foto: Thinkstock)

sumber: Yahoo OMG

Thursday 22 November 2012


Mencari pasangan yang tepat ternyata lebih mudah dari yang kita perkirakan.
Penelitian terbaru mengungkapkan, hanya ada lima pertanda untuk mengetahui apakah Anda telah menemukan jodoh yang tepat.
Sebanyak 1000 pria dan wanita ditanya mengenai sifat yang mereka cari dari diri pasangan ideal. Para wanita bilang, mereka mengutamakan pria yang dapat memberi rasa aman secara emosional.
Wanita juga menginginkan pria yang dapat diterima oleh keluarga mereka dan seseorang yang bisa diajak bersenang-senang.
Bagaimana dengan para pria? Mereka memiliki prioritas yang sama dengan wanita seperti ingin memiliki anak juga lebih penting dari pada ketertarikan mereka sendiri ke pria itu, menurut situs kencan WhatsYourPrice.com.
“Orang-orang sering memberikan terlalu banyak definisi mengenai ‘jodoh yang tepat’, saat menjalani hubungan asmara,” kata ahli kencan Helen Croydon.
“Yang paling penting adalah pasangan memberikan Anda rasa percaya diri dan kebebasan untuk mengatakan apa yang Anda rasakan dan ada empati di antara kalian dan sama-sama memiliki perasaan diinginkan.”
Jadi apa pertanda terbesar yang menunjukkan bahwa Anda telah menemukan jodoh?

Lima alasan teratas yang wanita berikan saat mengetahui bahwa mereka telah menemukan pasangan yang tepat adalah:

1. Dia tahu cara membuat saya bahagia dan bisa memberi rasa aman secara emosional.
2. Sahabat dan keluarga saya juga memiliki pandangan yang sama seperti saya terhadap pria tersebut.
3. Dia membuat hal biasa menjadi luar biasa.
4. Kami memiliki prioritas hidup yang sama, seperti sama-sama ingin atau tidak ingin memiliki anak.
5. Saya tertarik kepadanya dan secara fisik kami cocok.

Lima alasan teratas yang pria berikan untuk mendapatkan pasangan yang tepat bagi mereka adalah:

1. Saya menyukainya dan secara fisik kami cocok.
2. Saya sangat mencintainya sehingga saya tidak lagi menginginkan orang lain.
3. Dia tahu cara membuat saya bahagia dan memberikan rasa aman secara emosional.
4. Kami memiliki prioritas hidup yang sama, seperti sama-sama ingin atau tidak ingin memiliki anak.
5. Wanita tersebut akan menjaga saya dengan baik.

Sumber : Yahoo Indonesia

Dimaksudkan dengan metode takhalluq ini ialah bagaimana seharusnya seorang mukmin yang sudah bersih jiwanya dan kuat tahaqquqnya, bersikap atau berperilaku sosial dalam kehidupannya sehari-hari, yang oleh Frager disebut sebagai Transformasi (hati, diri, jiwa) kepada perilaku luhur, seimbang dan harmonis. Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari perwujudan atau nilai praksis dari metode yang keempat pada tahap tahaqquq yakn al-mahabah.
Nabi Muhammad saaw adalah sosok manusia yang paling tinggi tingkat kecerdasannya. Wujud kecerdasan intelektual-intuitif Nabi seperti kemampuannya alam menerima dan menghafal wahyu dari Allah Saw melalui malaikat Jibril. Wujud emosionalnya adalah beliau tidak gammpang marah meskipun di hina beliau tetap santun kepada orang yang menghinanya. Wujud kecerdasan moral Nabi seperti pada saat beliau berhijrah ke Thaif, beliau tidak disambut dengan baik bahkan dilempari dengan batu sampai-sampai kaki belaiu berdarah. Sementara kecerdasan beragama adalah meskipun beliau telah mencapai puncak spiritual ilahiah melalui bermuwajahah dengan Allah di Sidrat al-Muntaha, namun beliau mau kembali dan berdakwah kepada umatnya. Secara umum (teoritis) bahwa pada diri Nabi Muhammad saw itu terdapat akhlak yang paling mulia. Dan akhlak yang paling mulia itu adalah al-Qur’an (semua ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an).
Cara praktis yang dapat dilakukan untuk memperoleh akhlak kenabian ini ialah dengan cara membaca, mendengarkan dan menghayati sirah nabawiyah. Kemudian menguatkan hati untuk transformasi diri dan mengaplikasikannya dalam perilaku sosial.
Sampai disini jelaslah sudah bangun SQ dalam persepektif al-Ghazali. Berangkat dari bawah yakni dari hati (jiwa) yang bersih dan sehat, akal rasional dan hati terlalu terpadu, liarnya nafsu telah apat ditundukan dibawah kendali hati yang bersih itu, melalui proses peningkatan EQ (tazkiyah al-nafs) kemudian hati (jiwa) yang bersih tersebut diisi dengan nilai-nilai spiritual, diteguhkan dan terjadilah penajaman pandangan batin sehingga mampu menembus alam hakikat dari segala peristiwa maujudat (alam empirik).
Contoh perjalanan kehidupan spiritual yang paling cerdas adalah diri pribadi Nabi Muhammad saw. Dengan demikian konsep SQ al-Ghazali bukanlah hanya semata bagaimana menata hubungan pribadi dengan Tuhan, tetapi juga bagaiamana mengaplikasikan nilai-nilai ketuhanan itu kedalam kehidupan nyata dalam hubungan interpribadi, antara pribadi, dan hubungan dengan alam (kosmos). Upaya untuk mencapainya pribadi tersebut adalah: didasari oleh iman kepada Allah dan ketaan dalam beragama, kesungguhan dalam melakukan riyadhah (pembersihan jiwa), kemudian dilanjutkan dengan tahaqquq (pengisian, peneguhan dan penajaman sampai realisasi), dan diakhiri dengan takhalluq (perwujudan akhlak kenabian kedalam jiwa dan perilakuknya) sebagabi contoh (model) jalan hidup untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. 
a.      Bertobat Terus Menerus
Menurut al-Ghazali tobat itu sebenarnya tersusun dari tiga hal, yaitu: ilmu, hal (kondisi spiritual) dan perbutan.
Maksudnya adalah bahwa dengan ilmu ia mengetahui besarnya bahaya dosa dan keberadaannya sebagai tabir penghalang antara hamba dan setiap yang dicintai. Jika hamba telah mengetahui hal tersebut secara benar dan dengan penuh keyakinan hati maka dari pengetahuan ini akan muncul suatu rasa sedih didalam hati akibat kehilangan apa yang dicintai. Sebab, apabila hati merasa kehilangan apa yang dicintainya maka akan merasa sedih, dan setiap hal yang tidak dapat dilakukannya akan disesalinya. Rasa sedihnya akibat tidak dapat melakukan apa yang dicintainya ini disebut penyesalan. Bila rasa-rasa sedih mendominasi haati maka akan uncul suatu keadaan lain yang disebut iraddah (kehendak) dan qashd (keinginan) kepada perbuatan yang memiliki hubungan dengan masa sekaran, masa laludan masa yang akan datang. Keinginan untuk masa sekarang ialah meninggalkan dosa yang dilakukannya. Keinginan yang untuk masa yang akan datang ialah bertekad untuk meninggalkan dosa yang membuatnya kehilangan apa yang dicinta  hingga akhir kehidupannya. Kemudian keterkaitannya dengan masa lalu ialah mengganti apa yang telah lepas darinya (mengqadha) dengan perbuatan baik selama hal itu bisa dilakukan.
Taubat dalam tradisi tasawuf, taubat dikatagorikan dalam tiga tingkat, yaitu:
Pertama, merupakan tingkatan yang paling dasar, merupakan taubat orang awam, ialah orang yang bertgaubat dituntun untuk memenuhi persyaratan yang paling minimal.
Kedua. Ialah obat orng-orang baik. Maksudnya kembali dari yang baik menuju yang lebih baik.
Ketiga, ialah tobatnya orang-orang istimewa (khusu), yaitu kembali dari yang terbaik menuju kepada Allah.

b.      Mengenali motif kita yang paling dalam (al-niyyah wa al-ikhlash wa al- shidq).
Al-Ghazali menjelaskan niat, kehendak dan tujuan (motif) adalah ungkapan yang mempunyai satu arti, yaitu kehendak dan sifat hati yang dalam, mengandung kaitan antara ilmu dan amal. Niat adalah ibarat kehendak yang berbeda ditengah antara pengetahuan yang mendahuluinyadan amal yang muncul.
Niat yang bnar adalah niat yang didasari keikhlasan. Keikhlasan artinya suatu yang bersih tanpa campuranyang mencemarinya (murni). Jadi keikhlasan adalah bersihnya niat dan amal selain mengharapkan Allah (ibadah kepada-Nya).
Motif yang tinggi itu harus dipertahankan agar ia selalu mewarnai dalam segala pikiran  dan perbuatan, dengan al-shidq (kebenaran). Kebenaran yang dimaksudkan adalah berada pada enam tempat yaitu: kebenaran dalam perkataan, kebenaran dalam niat dan kehendak, kebenaran dalan menempati kemauan, kebenaran dalam perbuatan, dan kebenaran dalam mewujudkan seluruh ajaran agama. Mereka itulah orang-orang yang benar (al-shiddiqun).

c.       Kesadaran diri yang tinggi (al-muraqabah wa al-muhasabah, wa al-tafakkur).
Untuk memperoleh kesadaran diri yang tinggi, al-Ghalzali menyebutkan enam langkah murabathah (kesiapsiagaan jiwa) yang harus dilakukan, selain dari tafakkur, enam langkah tersebut adalah:
Langkah pertama, adalah Misyarathah (penempatan syarat), maksudnya adalah penempatan syarat untuk kerja sama antara jiwa dan akal. Dalam kerja sama itu, kemudian diawasi (muraqabah), diaudit (muhasabah) dan diberi sanksi (mu’aqabah) atau dicela (mu’atabah). Demikian pula akal memerlukan penetapan syarat kepada jiwa, lalu memberikan berbagai tugas, syarat dan mengarahkan kejalan kemenangan, dan mewajibkannya agar menempuh jalan tersebut, menghiindari berbagai kelailan dalam melaksanakan tugas.
Langkah kedua, adalah muraqabah (pengawasan), maksudnya adalah apabila manusia telah mewasiati jiwanya dan menetapkan syarat kepadanya dengan apa yang telah disebutkan diatas maka langkah selanjutnya adalah mengawasinya ketika melakukan berbagi amal perbuatan dan memperhatikannya dengan mata yang tajam, karena jika dibiarkan pasti akan melampaui batas dan lalai.
 Langkah ketiga, ialah muhasabah (menghitung, melakukan audit), maksudnya adalah meninjau kembali segala perbuatan, keuntungan (kesalehan, keutamaan) dan kerugian (kemaksiatan), untuk mencari kejelasan apakah keuntungannya bertambah atau berkurang dan mngkin merugi. Apabila ternyata bertambah perbuatan baiknya maka ia bersyukur, dan jika didapatinya merugi maka ia mencari jalan keluar dan memperbaikinya untuk masa berikutnya.
Langkah keempat, ialah  mu’aqabah (menghukum diri atas segala kekurangan), maksudnya adalah setelah dilakukan perhitungan yang teliti, apabila jiwa bersama anggota badan ternyata telah melakukan suatu kesalahan maka perlu diberikan hukuman.
Langkah kelima, ialah mujahadah (bersungguh-sungguh), maksudnya adalah memotivasi diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara memusatkan perhatian (konsentrasi) kepada tercapainya tujuan dan kreativitas, tanpa terganggu oleh dorongan nafsu, kecemasan, atau adanya ancaman (rintangan), atau pengaruh orang sekitarnya sehingga ia tetap teguh dalam motivasi dan konsentrasinya.
Langkah keenm, ialah mu’atabah (mencela diri), maksudnya adalah selalu menegur dan mencela jiwa (nafsu) karena nafsu itu mempunyai karakter suka memerintahkan  kepada keburukan, cenderung kapada kejahatan, lari dari kebaikan, jika lalai maka ia akan merajalela dan menjadi liar dengan kejahatannya. Jika kita senantiasa menegur dan mencelanya, kadang-kadang tunduk dan menjadi nafsu lawwamah (yang amat menyesali dirinya), kemudian diharapkan akan dapat meningkatkan menjadi nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang) yang mengajak untuk msuk kedalam kelompok hamba-hamba Allah yang ridha dan di ridhai.

d.      Tanggap terhdap diri yang terdalam (al-mahabbah, al-syawaq, al-uns)
Perasaan diri yang teralam adalah perasaan luhur yang terdapat dalam lubuk hati setiap manusia, ia bersifat fitri. Diantara perasaan luhur itu adalah mahabbah (cinta), syauq (rindu) da nuns (sayang dan bahagia). Seseorang yang sedang dilanda cinta, maka ia selalu rindu untuk bertemu dengan orang yang di cintainya, kemudian ia akan merasa sangat bahagia bila bisa bersama atau dekat dengan orang yang dicintai itu.
Dalam tasawuf, cinta yang sebenarnya ialah cinta seseorang hamba kepada Allah mengalahkan cintanya terhadap yang lainnya bahkan dirinya sendiri.

e.       Kemampuan untuk memanfaatkan dan mengatasi kesulitan (al-shabr wa al-ridha)
Manusia dlam menjalankan kehidupan tidak akan terlepas dari cobaan (musibah, kesulitan) dan tidak seorangpun yang dapat menghindari dari qadha (ketepatan) Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin harus menerimannya dengan sabar dan penuh kerelaan (ar-ridha) sebab semua keadaan tersebut merupakan ujian dan ketentuan Allah. Keutamaan orang yang mampu menjadikan sabar sebagai pakaian hatinya, menurut al-Ghazali antara lain adalah:
1)      Allah jadikan mereka itu sebagai pemimpin. (Sajdah: 24)
2)      Diberikan balasan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka perbuat. (al-Nahl:96; al-Qashash:54; al-Zumar:10)
3)      Allah bersama orang-orang yang sabar: al-Anfal: 46)
4)      Allah menjajikan kemenangan bagi orang-orang yang bersabar. (Ali Imran: 125)
5)      Mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (al-Baqarah: 157)
Kesabaran itu terbagi menjadi dua macam. Pertama, kesabaran yang berkaitan dengan fisik, berupa ketabahan dan ketegaran memikul beban dengan badan atau perbuatan, seperti: sabar Manahan pukulan berat, penyakit, atau luka dibadan. Kedua, ialah kesabaran yang terpuji dan sempurna, yaitu kesabaran yang berkaitan dengan jiwa dalam menahan diri dari berbagai keinginan atau tuntutan hawa nafsu.
Hamper semua akhlak iman masuk kedalam hakikat sabar.
Pertama, bahwa semua musibah itu pada hakikatnya datang dari Allah, hanya factor penyebabnya ada pada manusia.
Kedua, bahwa musibah itu mengandung fungsi sebagai peringatan atas kelalaian manusia (misalnya kesalahan, dosa, dan sebagainya); dan musibah juga mengandung fungsi ujian (cobaan) iman. Jika seamat (maksudnya dapat bersabar menjalaninya) maka ia lulus ujian dan mangkit meningkatkan derajatnya.
Ketiga, bahwa tiap musibah atau kesulitan yang ditimpakan Allah kepada manusia pastilah mengandung hikmah yang besar, hanya saja kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Keempat, sikap jiwa tepat untuk bisa sabar dalam menghadapi musibah adalah dicirikan sebagai berikut:
1)      Keyakinan kepada kekuasaan Tuhan makin bertambah kuat.
2)      Tidak berkeluh-kesah.
3)      Tabah, rela dan berani menghadapinya.
4)      Berupaya untuk menanggulangi musibah atau kesulitan itu menurut anjuran syariat agama dan langkah-langkah penanggulangan yang seharusnya dilakukan.
5)      Dengan musibah itu mendatangkan kekuatan jiwa untuk mendapatkan sukses karena pada musibah terdapat pelajaran atau peringatan Allah dan dikuatkan pula oleh kayakinan akan adanya hikamh yang lebih besar dibalik musibah.

f.       Kemampuan berdiri menentang orang banyak (al-zuhd)
Hakikat zuhud ialah kondisi jiwa yang betul-betul terbebas dari pengaruh (tarikan) hawa nafsu dan kenikmatan dunia. Yang ada dalam hatinya hanyalah Allah, dan ia selalu istiqamah (tegak, tetap) pada pendirian tersebut meskipun berbeda dengan orang banyak (field-independent).
Metode  untuk mencapai kepribadian seperti ini menurut al-Ghazali adalah mendidik hati dengan cara:
1)      Menyadari akan tujuan hidup yang sebenarnya yaitu bukanlah mengikuti nafsu dan mencari kenikmatan duniawi, tetapi kebahagiaan hidup akhirat yang kekal.
2)      Tidak menginginkan sesuatu selain Allah, dan tidak panjang angan-angan.
3)      Tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena lepasnya sesuatu(bagian dunia) dari tangannya, karena hatinya merasa bahewa ia tidak memiliki apa-apa.
4)      Jika dalam hidupnya diberi karunia atau nikmat dunia oleh Allah maka segala nikmat itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk memperkuat zikir dan ketaatan kepada Allah, sedangkan sebagiannya dipergunakan sekadar mencukupi untuk tetap kuatnya bdan (kesehatan) dan keperluan hidupnya.
5)      Lapang dada manerima kritik, hinaan ataupun cacian.

g.      Keengganan untuk menyebabkan kerusakan (al-raja’wa khauwf)
Al-Raja’ artinya harapan, maksudnya adalah harapan akan mendapatjkan sesuatu yang diinginkan (yaitu karunia dan ampunan Allah), sehingga melahirkan usaha untuk mencapinya dengan perasaan optimis. Sedangkan al-kahuwf artinya takut, maksudnya adalah ketakutan akan datangnya suatu yang tidak diinginkan atau menyakitkan (yaitu azab atau siksa Allah). Sama haknya dengan al-raja, al-khauwf juga melahirkan usaha yang kuat untuk menghindarkan segala faktor penyebab akan terjadinya azab dan keruakan.
Cara yag dapat dilakukan antara lain adalah:
1)      Terus berusaha meningkatkan ketaatan dan kebijakan guna mencapai harpan.
2)      Memelihara dan berbuat kebaikan terhdap manusia dan alam.
3)      Menghindari segala perbuatan maksiat (lahir dan batin) dan segala perbuat yang dapat mendatangkan kerusakan didunia baik terhap manusia, alam maupun makhluk lainnya, karena sesungguhnya siksa dan bencana itu ditimpahkan Allah disebabkan erbuatan manusia itu sendiri.

h.      Menjadi cerdas secara spiritual dalam agama (al-tawhid wa al-tawakku)
Al-Tawhid (Tauhid) berarti beriman  kepada Tuhan dan mengesakan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah sendiri, tiada sekutu bagi-Nya, dialah yang memiliki segala kekuasaan, dan bagi-Nyasegala pujian. Sedangkan al-tawakkul (tawakal) berarti menyadarkan hasil dari segala urusan yang dilakukan kepada Allah sebagai konseikonsi logis tauhidnya tadi.
Seseorang yang cerdas dalam beragama haruslah dimulai dan tauhid yang benar dan diakhiri dengan tawakal yang merupaka buah dari tauhid yang benar, ditengahnya adalah ibadab (amal) yang dilakukan secara ikhlas. Al-Ghazali mengistilahkannya dengan sebutan”tauhid meupakan awal dan akhir sikap hidup orang beragama”. Jadi, kemantapan tauhid, ibadah (amal saleh) yang dilakukan secara ikhlasdan tawakal kepada Allah menjadi indikator utama dari kecerdasan beragama.
Bagaimana menanamkan tauhid dalam jiwa seseorang benar sehingga membuahkan kecerdasan beragama sebagaimana yang dimaksud diatas menurut al-Ghazali, maka dlam hal ini penulis sependapat dengan analisis yang dilakukan oleh Sa’id Hawwa atas kitab Ihya’Ulum al-Din yaitu melakukan peralihan jiwa dari tauhid ‘aqli (tauhid rasional) kepada tauhid dzawqi (tauhid cita rasa) dengan melalui jenjangjenjang sebagai berikut:
1)      Fana’ dalam perbuatan, maksudnya adalah hati merasakan bahwa segala sesuatu merupakan perbuatan Allah dan ciptaan-Nya. Kemdian merasakan didalam diri bahwa kita tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali denganpertolongan Allah.
2)      Fana’ dalam sifat, maksudnya adalah hati kita merasakan harus berakhlak dengan nama-nama Allah yang Maha Inadah sebagai konseikuensi ‘ubudiyah (pengabdian kepada Allah)
3)      Fana’ dalam hukum, maksudnya ialah hati kita meraakan keharusan tunduk kepada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya, kemudian mematuhinya.
4)      Fana’ dalam komitmen dan amal, ialah menyadari keharusan mengerahkan segala upaya untuk melaksanakan semua kewajiban sebagai ‘ubudiyah melalui sarana, pertama zikir: shalat, jihad, puasa, haji, tilawah Alqur’an, tasbih, tahmid, takbir, istigfar , shalawat atas nama Nabi saw, dan do’a; dan kedua adalah mudzakarah bersama orang-orang saleh, berafiliasi kepada ahl al-haq (orang yang benar) dan bergabung kedalam lingkungan yang saleh.

i.        Menjadi cerdas secara spiritual mengenai kematian (zikr al-naw wa ma ba’dahu)
Zikr al-mawt artinya mengingat kematian. Wa ma ba’duhu artinya kehidupan setelah terjadinya kematian, meliputi ehidupan di alam kubur, hari kiamat dan pembalasan (berupa surga dan neraka). Jadi, cerdas mengenai kematian berarti cerdas dalam menghadapi peristiwa kemataian itu sendiri dan cerdas pula mempersiapkan bekal untuk kehidupan sesudah kematian tersebut. Kemudian memudahkan menyebutnya maka cukup disebut al-Ghazali memingat kematian’.
Dengan adanya metode SQ yang kedelapan ini, berarti baik al-Ghazali maupun Zohar sama-sama meyakini bahwa SQ yang sesungguhnya tidak mungkin dicapai oleh orang-orang yang tidak beragama, karena orang-orang yang tidak beragama tidak mempercayai adanya kehidupan dan pembalasan sesuatu kematian.
Oleh karena itu, teori SQ Zohar yang pada awalnya mendasarkan kepada fakta-fakta neurobiologi murni, dan mengatakan bahwa SQ tidak berkaitan dengan agama, namun pada akhirnya tidak bisa mengingkari bahwa puncak konsep SQ yang dikemukakannya mengahruskan SQ tetap terkait dengan keyakinan agama.
Al-gzalai mengelompokkkan sifat manusia dalam mengingat kemtian menjadi empat golongan, yaitu:
Golongan pertama adalah orang-orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidal mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan iapun mengingat semata-mata untuk mnyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Mereka berusaha lari dari kematian. Bagi orang ini, mengingat kematian membuat dirinya semakin jauh dari Tuhannya, mereka adalah orang-orang yang amat bodoh dan celaka.
Golongan kedua adalah orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir dalam hatinya, lalu ia menyempurnakan tobat, dan kadang-kadang tidak menyukai kematian mkarena taut datangnya kematian secara tiba-tiba sebelum terwujud kesempurnann tobat dan persiapan bekalnya.
Golongan ketiga adalah golongan oran-orang yang ‘arif (orang yang memperoleh makrifat). Orang ini selalu mengingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya (Allah).
Golongan keempat adalah golongan yang paling tinggi kedudukannya, yaitu orang-oarang yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah.
Al-ghazali menjelaskan ada beberapa jalan untuk mewujudkan ingat akan kematian didalam hati, yaitu:
1)      Mengosongkan hati dari segala sesuatu selain mengingat kematian yang selalu mengintainya, seperti keadaan orang yang bepergian kepadang pasir yang berbahaya atau menyebrangi lautan luas. Hati orang tersebut tentu saja selalu ingat akan bahaya yang bakal terjadi (kematian)
2)      Memperbanyak menyebut dan mengingat kematian teman-teman kita. Betapa mereka dulu gagah dan cantik rupanya, tetapi gini semua sirna ditelan tanah, mereka tinggalkan segala harta, istri dan anak-anak, dan sebagainya. Keadaan seperti itu suatu ketika tentulah akan menimpa pada diri kita.
3)      Sering berziarah kekubur agar dapat mengambil pelajaran.
4)      Mengunjungi orang sakit, karena hal itu akan memperharuai ingatan kepada kematian.  
Untuk proses tathahhur (metode meningkatkan ESQ) al-Ghazali mempunyai konsep metode yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu: metode pembiasaan taat syariat, metode muhasabah dan mujahadah al-Nafs serta metode riyadhah al-nafs.
1.    Pembiasaan Taat Syariat
Taat syariat maksudnya adalah membiasakan diri untuk melaksanakan segala ibadah menurut tuntutan ajaran agama. Setiap agama mempunyai cara peribadatan masing-masing. Ada bentuk-bentuk ibadah wajib (seperti shalat, puasa, haji, mengeluarkan zakat) dan ada pula ibadah sunnat (seperti infaq, sedekah, dan sebagainya). Di samping itu taat syariat juga dimaksudkan meninggalakan segala larangan agama (misalnya mencuri, berdusta, menipu, berjudi, minum minuman keras dan sebagainya).
Taat syariat dapat dipahami sebagai pembiasaan terhadap diri sendiri (jiwa dan raga) untuk mematuhi segala aturan agama atas dasar keyakinannya. Ketaatan syariat pada hakikatnya adalah perwujudan dari tertanamnya akidah dalam hati seseorang. Tanpa akidah untuk apa orang melakukan ibadah atau ketaatan syariat.
Al-Ghazali menempatkan pembahasan mengenai akidah dan ibadah lebih dahulu ssebelum menguraikan jiwa dan penyuciannya. Hal ini berarti, langkah awal untuk dapat melakukan tahap-tahap penyucian jiwa (EQ) secara benar haruslah didasari denan kesediaan jiwa untuk mematuhi aturan agama yang dianut. Oleh karena itu, akidah yang benar dan taat syariat merupakan sarana utama untuk bisa diperolehnya kesucian jiwa.

2.    Muhasabah dan Mujahadah al-Nafs
Muhasabah (introspeksi) maksudnya adalah mengenal berbagai kelebihan diri (ketaqwaan dan akhlak yang baik) dan mengenal berbagai kekurangan diri sendiri (kemaksiatan dan akhlak yang tercela). Semunya harus dikenali baik yang bersifat lahir maupun batin. Dengan pengenalan yang mendalam terhadap diri atau emosi sendiri maka dapat dibangun suatu kekuatan jiwa, tekad yang sungguh-sungguh bahwa dia menginginkan ketaatan dalam ibadah dan kebersihan jiwa. Tanpa kesungguhan upaya pembersihan jiwa yang melahirkan kecerdasan emosi tidak akan tercapai, sebab rintangan berat yang harus dihadapi adalah nafsu diri kita sendiri. Kesungguhan jiwa inilah yang disebu mujahadah al-nafs.
Mujahadah (bersungguh-sungguh), maksudnya adalah memotivasi diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara memusatkan perhatian (konsentrasi) kepada tercapainya suatu tujuan dan kreativitas tanpa terganggu oleh dorongan nafsu, kecemasan, atau adanya ancaman (rintangan), atau pengaruh orang sekitarnya sehingga ia tetap teguh dengan motivasi dan konsentrasinya.
Di samping itu, mujahadah dapat pula dipahami sebagai kesungguhan jiwa-raga, rasional-emosional dlam melakukan suatu ibadah atau tugas dengan rasa ortimisme yang tinggi, penuh tanggung jawab, dan tidak dapat diganggu oleh hal-hal lain yang dapat membelokkan dari motivasinya, sampai-sampai badannya sendiripun mengikuti arah emosinya. Keadaan seperti ini oleh Goleman disebut flow sebagai puncak motivasi, ialah suatu keadaan emosi melampaui diri sendiri sewaktu melakukan kegiatan melalui konsentrasi tinggi, sehingga menimbulkan kebahagiaan, kesenangan, keefektifan spontan, dan terbebas dari gangguan emosional lainnya.  
3.    Riyadhah al-Nafs (Mengelola Emosi dan Terapi Jiwa)
Riyadhah al-Nafs secara bahasa berarti latihan jiwa. Secara istilah sebagaimana dipergunakan oleh al-Ghazali, berarti memerbaiki akhlak dan mengobati penyakit hati atau batin agar jiwa menjadi bersih atau sehat. Seperti halnya dokter mengobati penyakit (badan) para pasiennya. Penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit badan. Penyakit badan jika tidak diobati hanya akan mengakibatkan sakit yang berkepanjangan atau kematian, sedangkan penyakit hati jika tidak diobati maka akan mendatangkan kecelakaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Penyakit hati itu berpangkal pada nafsu. Bagi al-Ghazali, nafsu memunyai kecenderungan kuat ke arah hal-hal yang buruk tetapi pada nafsu pula terdapat suatu kekuatan hidup manusia. Oleh karena itu, menundukkan nafsu bukanlah berarti menghilangkannya secara keseluruhan dari hidup manusia, tetapi mengembalikannya kepada jalan yang lurus, tidak berlebihan dan tidak kekurangan.
Al-Ghazali mengemukakan berbagai macam bentuk penyakit hati yang dapat menimpa jiwa orang mukmin, penyakit-penyakit tersebut beserta pengobatannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.    Penyakit yang bersumber dari syahwat perut dan seks
1.        Syahwat perut
Al-Ghazali mengatakan sumber segala dosa adalah syahwat perut. Contoh syahwat perut yaitu makan dan minum yang berlebihan. Beberapa bahaya dari kekenyangan yang disebutkan oleh Al-Ghazali diantaranya yaitu memudarkan kecemerlangan pikiran, banyak tidur, malas beribadah, berkurangnya berbagai kesiapan dan perbuatan akibat dari banyaknya makan dan minum tersebut, banyaknya makan dapat pula mendatangkan penyakit pada anggota tubuh, kebiasaan makan yang banyak dapat mendorong orang melakukan sesuatu perbuatan yang sebenarnya terlarang tetapi dilakukannya karena dorongan nafsu perut.

Pengobatan penyakit nafsu perut
Al-Ghazali mengemukakan tiga cara yang harus diperhatikan. Kedua, mengurangi jumlah (kadar) makanan yang dimakan secara berangsur-angsur dengan mempertimbangkan kondisi fisiknya. Ketiga, mengatur waktu makan dengan cara antara lain: mengurangi intensitas Pertama, tidak memakan sesuatu kecuali yang halal dan baik (thayyib). dalam setiap hari, atau berselang-seling (sehari kenyang, sehari lapar) atau dengan cara mambiasakan melakukan puasa sunnat secara teratur.    
2.        Syahwat (nafsu) seks
Orang-orang mukmin diperintahkan oleh Allah untuk menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya (al-Nur: 30). Ini artinya bahwa dorongan seks harus benar-benar dijaga. Berbagai sarana yang dapat membawa kepada timbulnya nafsu seks seperti dalam tata cara pergaulan, duduk berduaan, pandangan mata, dan sebagainya, kemudian dipihak perempuan perlu sekali menjaga pakaian (menutup aurat) dan tingkah lakunya agar tidak menimbulkan nafsu seks dipihak laki-laki.
Pengobatan syahwat seks
Agama Islam memberikan jalan untuk penyaluran nafsu seksual yang neluriah itu dengan cara pernikahan (perkawinan).

b.    Penyakit yang bersumber dari lidah
Penyakit ini pada hakikatnya ialah berbagai kebiasaan jelek lidah yang berwujud perkataan, yang dapat membawa kepada penyakit atau kekotoran jiwa, yaitu bicara yang tidak berguna, bicara tentang kebatilan dan maksiat dengan senang hati, memaki dan berkata keji, melaknat, mengejek, menyiarkan rahasia teman dan menggunjing orang lain, berdusta, mengadu domba, bermuka dua, dll.
Pengobatan penyakit lidah
Pengobatan penyakit ini pada prinsipnya ialah belajar menahan diri untuk tidak berkata-kata kecuali pada hal-hal yang bermanfaat (baik); diam lebih bermanfaat daripada bicara mengenai hal yang belum tentu kebaikannya; menyadari betul bahaya yang akan ditimbulkan oleh perkataan yang menyakitkan hati orang lain.

c.    Amarah
Berkaitan dengan amarah, imam al-Ghazali membagi manusia kepada tiga tingkatan. Pertama, Tafrith ialah orang yang kehilangan kekuatan marah atau ada tetapi sangat lemah. Kedua, Ifrathi ialah orang yang jiwanya dikuasai oleh sifat marah hingga keluar dari kendali akal dan agama. Ketiga, I’tidal ialah orang yang bersifat di tengah-tengah, suatu  sifat yang terpuji. Suatu kemarahan yang didasari oleh pertimbangan akal dan agama, pada saat apa ia harus marah, bertindak tegas dan melakukan pembelaan.
Pengobatan amarah
Al-Ghazali menyebutkan pengobatan marah itu adalah campuran dari dua macam, yaitu campuran ilmu dan amal. Obat dengan ilmu yaitu dengan perenungan. Kemudian obat dengan amal yaitu dengan tiga cara. Pertama, hendaklah membaca kalimat ta’awudz. Kedua, jika masih belum reda juga, maka duduklah jika ia marah sedang berdiri, dan berbaringlah jika ia marah sedang duduk. Ketiga, kemudian apabila marahnya masih saja berkobar maka hendaklah ia berwudhu atau mandi dengan air dingin.
Jadi, inti dari terapi marah adalah pengendalian diri (menahan nafsu), baik sebelum marah itu terjadi (tindakan pencegahan) maupun pengendalian diri pada saat suatu kemarahan terpaksa harus terjadi.

d.   Dendam dan dengki
Dendam itu adalah tetap hatinya untuk merasa berat, benci dan lari dari orang-orang yang dimarahi itu dan demikianlah terus menerus. Pengobatan dendam adalah dengan memaafkan kesalahan orang lain, dan berlaku dengan santun serta kasih sayang.
Kedengkian ialah mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki. Pengobatan kedengkian seperti halnya penyakit hati terdahulu, yaitu melalui ilmu dan amal.
Melalui ilmu ialah mengetahui secara pasti bahwa kedengkian sangat berbahaya bagi kehidupan dunia dan agama. Sedangkan amal yang bermanfaat dalam mengobati kedengkian ialah dengan menghukum kedengkian itu sendiri.jika kedengkian telah mendorongnya mencela orang yang didengki maka ia mewajibkan lisannya dengan memuji dan menyanjungnya.

e.    Cinta dunia
Bila kesibukan dan kecintaan terhadap dunia telah mengusai hatinya maka ia akan berat melaksanakan ibadah, berat hatinya untuk bersedekah, akhirnya lupa kepada Allah dan lupa akan kehidupan akhirat yang kekal.
Pengobatan yang mudah dilakukan ialah memerhatikan contoh sikap Rasulullah beserta para sahabatnya, itulah jalan yang selamat dan merupakan terapi jiwa manusia dalam menghadapi fasilitas dan kenikmatan dunia. Yaitu tidak meninggalkan dunia secara total dan tisak mengekang nafsu syahwat secara total pula. Dunia diambil seperlunya saja, sedangkan syahwat dikendalikan agar jangan sampai keluar dari batas-batas syariat serta akal sehat.

f.       Cinta harta dan kikir
Seseorang yang mencintai harta secara berlebihan akan menjadikan dirinya bersifat bakhil (kikir) yaitu tidak mau membelanjakan hartanya di jalan Allah atau memberikan hartanya untuk orang lain yang memerlukan, karena ia merasa takut hartanya akan berkurang.
Pengobatan cinta harta dan sifat kikir menurut al-Ghazali adalah melakukan hal-hal yang menjadi lawan sifat tersebut.

g.    Cinta kedudukan dan riya
Kedudukan itu makanan rohani yang menghendaki ketinggian dan kekuasaan, penguasaan terhadap orang lain dan menyukai kesempurnaan. Nafsu kedudukan itu merasa senang bila dipuji.
Riya adalah ingin dilihat orang supaya mendapat kedudukan di hati manusia, dan sum’ah bila ia menginginkan (suka) mendengarkan kalimat-kalimat pujian dari orang lain atas kelebihan atau kedudukannya itu.
Pengobatan cinta kedudukan dan riya adalah dengan ilmu dan amal. Melalui ilmu ialah mengetahui bahayanya kedudukan dan menguasai hati manusia, di dalam kedudukan itu terdapat ujian dan dorongan nafsu. Maka ia harus menjaga hatinya dan selalu mengingat kematian. Kemudian melalui amal ialah dengan cara menyembunyikan ketenaran dan kelebihan dirinya karena semua itu sebenarnya adalah milik Allah.
  
h.    ‘Ujub (membanggakan diri)
‘Ujub (membanggakan diri) adalah kesombongan yang timbul di dalam batin dengan mengkhayalkan kesempurnaan ilmu dan amal pada dirinya, lupa bahwa semua itu hanyalah pemberian Tuhan. Pengobatannya yaitu dengan cara mengingat kekurangan diri, segala kelebihhan yang dimiliki suatu saat pasti akan sirna, apa-apa yang belum kita ketahui jauh lebih banyak daripada apa yang telah kita ketahui sekarang.

i.        Kesombongan (al-Kibr)
Kesombongan merupakan perilaku yang timbul akibat adanya ‘ujub di dalam hati. Kesombongan sebagaimana di definisikan oleh Rasulullah saw, adalah “melecehkan orang dan menolak kebenaran.”
 Berbagai kejelekan (bahaya) dari kesombongan antara lain merendahkan orang lain, menjauh dan tidak mau duduk bersama atau makan bersama, merasa berhak dihormati dengan segala penghormatan, bila berjalan harus didahulukan, dan sebagainya.
Pengobatan kesombongan dilakukan dengan dua jalan, yaitu: Pertama, mengikis habis akar-akarnya dan mencabut pohonnya dari tempatnya  di dalam hati. Jalan ini dilakukan dengan cara: pengetahuan kesadaran tentang diri dan Tuhannya; dan amal yaitu bersikap tawadhu’ kepada Allah dengan amal perbuatan, dan kepada makhluk denan senantiasa menjaga akhlak orang-orang yang tawadhu’ pada dirinya sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw dan orang-orang saleh.
Kedua, ialah menolak atau menjaga hal-hal yang memungkinkan muncul darinya kesombongan atas orang lain.

j.        Ghurur (terpedaya)
Ghurur maknanya adalah terpedaya atau tertipu (oleh kehidupan dunia, setan dan angan-angan kosong) dalam melakukan ketaatan kepada Allah.
Pengobatan ghurur ini dapat dilakukan dengan menguatkan tiga perkara, yaitu: akal, ilmu, dan makrifat. Al-Ghazali menyimpulkan terapi keterpedayaan ini sebenarnya adalah keikhlasan hati seorang hamba. orang yang ikhlas pun masih terancam bahaya, maka rasa takut kepada Allah dan waspada terhadap gerak hati tidak boleh dilalaikan. Menyadari akan sulitnya menjaga hati maka al-Ghazali mengingatkan agar selalu memohon petunjuk dan perlindungan dari Allah dan mendapat kebaikan di akhir perbuatan (husnul khatimah).

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List