Friday, 18 November 2011


Sebenarnya wujudnya Allah itu sudah nyata, bahkan merupakan suau hakikat yang tidak perlu lagi diragukan persoalannya dan tidak ada jalan untuk memungkirinya.
Sesungguhnya  hakikat dari zat Tuhan itu tidak mungkin dapat diketahui dengan akal pikiran manusia dan tidak dapat dicapai keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. Sebabnya adalah pikiran manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut, sehingga manusia tidak diberi dan tidak ditunjuki cara menemukannya atau perantara untuk mencapainya.
Sampai saat kini pun manusia masih belum dapat mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang hakikat jiwa manusia itu sendiri. Pengetahuan tentang hal jiwa ini hingga sekarang tetap merupakan penyelidikan yang hangat dalam rangkaian persoalan-persoalan yang erat hubungannya dengan pengetahuan filsafat. Manusia pun tidak dapat menguraikan hakikat cahaya atau sinar, padahal cahaya atau sinar itu sebenarnya adalah benda yang amat terang dan jelas sekali.
Juga belum dapat diketahui hakikat suatu benda serta hakikat dari atom yang merupakan tempat tersusunnya benda padahal semua ini dekat sekali hubungannya dengan manusia itu sendiri.
Karena itulah sampai sekarang ilmu pegetahuan modern belum dapat menguraikan berbagai hakikat benda dan semua yang ada di alam semesta ini secara memuaskan.
Jikalau demikian, bagaimana kedudukan akal dalam menghadapi persoalan hakikat jiwa, cahaya dan benda, serta apa yang ada dalam alam semesta ini, baik yang dapat dilihat oleh mata ataupun yang tidak, bagaimanakah akal itu dapat mengetahui Zatnya Tuhan Yang Maha Menciptakan semuanya itu yng bersifat mahaluhur keadaan-Nya?. Bagaimana akal yang sesempit itu dapat mencapai Zat Tuhan Yang Maha Tinggi itu?.
Sesungguhnya Zat Allah masih jauh lebih besar dari apa yang dapat dicapai oleh akal ataupun yang dapat diliputi oleh pemikiran-pemikiran. Oleh sebab itu, alangkah tepatnya firman Allah SWT.
žw çmà2Íôè? ㍻|Áö/F{$# uqèdur à8Íôムt»|Áö/F{$# ( uqèdur ß#Ïܯ=9$# 玍Î6sƒø:$# ÇÊÉÌÈ  
Artinya:
“ Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah yang Mahahalus lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-An’am: 103)
            Jika manusia dengan akal pikirannya tidak dapat mencapai hakikat Zat Tuhan tidak berarti bahwa Zat Allah itu tidak ada, tetapi  yang  benar  adalah bahwa Zat Allah itu ada dengan penetapan sebagai sesuatu yang wajib adanya.
            Untuk menjelaskan bahwa wujud Allah itu ada, semua yang ada di lingkungan alam semesta ini dapat digunakan sebagai bukti nyata tentang wujudnya Tuhan.
            Dalam hal ini, Islam memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan ciptaan Allah, yakni semua yang ada di langit, di bumi, dalam dirinya dan sebagainya. Namun Islam melarang untuk memikirkan tentang zat Allah, sebab hal ini adalah diluar kekuatan akal manusia. Mengenai hal ini Rasulullah SAW, bersabda,
       تفكرو ا في خلق الله و لا تفكر وافى الله فا نكم لن تقد روا قدره
Artinya: “ berfikirlah mengenai makhluk Allah dan janganlah berfikir mengenai (Zat) Allah sebab kamu semua tentu tidak akan dapat mencapai kadar perkiraannya.”
            Dengan demikian, wajiblah seseorang itu menahan diri untuk  mengadakan penyelidikannya dan bahkan dilarang membahas tentang perihal itu, sebab bila mengetahuinya pun tidak akan membawa kemanfaaatan dan bila tidak mengetahunya pun tidak menyebabkan bahaya.
            Allah Mahasuci dari perserupaan atau persamaan dengan suatu apapun atau Dia tidak akan menyamai atau menyerupai banda selain-NYa.
Allah berfirman.
         }§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ÇÊÊÈ    
Artinya:” tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.”
            Zat Allah SWT. Yang Mahasuci itu sama sekali tidak boleh merupakan susunan  dari beberapa bagian atau pun sebagai kesatuan dari beberapa benda ataupun menjelma dalam salah satu dari golongan makhluk-Nya.
            Dengan demikian, yang perlu ditanamkan dalam keyakinan orang Islam dalam meng-Esakan Zat Allah ialah dengan meyakini bahwa zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa juz (bagian) hal ini disebabkan Zat Allah itu bukan benda fisik (immateri), Zat Allah  tidak seperti badan kita dan benda-benda lainnya yang tersusun dari bagian-bagian.[1]


[1] Loc.cit, Muhammad Ahmad, hal.23-27

0 komentar:

Post a Comment

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List