Friday, 18 November 2011


A.  TAUHID AF’AL
Sifat-sifat yang dimiliki Allah SWT. Ada yang termasuk dalam sifat-sifat zat dan ada  yang termasuk dalam sifat-sifat Af’al (perbuatan). Sifat-sifat zat yaitu sifat-sifat subutiah atau sifat-sifat maknawiyah, yakni sifat hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat dan berfirman.
Adapun sifat-sifat Af’al itu ialah seperti sifat menciptakan dan memberi rejeki. Jadi, Allah yang maha menciptakan dan maha pemberi rejeki.
Dialah yang membuat makhluk ini dan juga yang mengaruniakan rejeki kepada mereka. Adapun yang dimaksud dengan tauhid Af’al atau Esa dalam perbuatannya  ialah bahwa alam semesta ini seluruhnya ciptaan Allah, tidak ada bagian-bagian alam yang diciptakan oleh selain Allah SWT. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam mencipta, memerintah dan menguasai kerajaan-Nya.[1]
Allah SWT berfirman:
Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ß,Î=»yz Èe@à2 &äó_x« ….
Artinya:
tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu… (QS. Al-An’am:102)
Af’al al-ibad juga merupakan permasalahan polemis dikalangan umat Islam, terutama menyangkut hubungannya dengan perbuatan Tuhan, apakah manusia melakukan perbuatannya sendiri atau tidak? Kalau Tuhan “campur tangan” dalam perbuatan manusia, sampai sejauh mana “intervensi” Tuhan tersebut pertanyaan –pertanyaan seperti inilah yang menjadi pembahasan para ulama kalam.
Beberapa pendapat yang dikemukakan masing-masing aliran mengenai masalah diatas adalah sebagai berikut:
1.      Jabariah
Menurut aliran ini manusia tidak berkuasa atas perbuatannya. Yang menentukan perbuatan manusia adalah Tuhan. Karena itu, manusia tidak berdaya sama sekali untuk mewujudkan perbuatannya, baik atau buruk. Tokoh aliran ini adalah jaham bin Shafwan. Kadang-kadang aliran ini disebut juga dengan aliran jahamiah.
2.      Qadariah
Qadariah berpendapat, manusia mempunyai iradat (kemampuan berkehendak dan memilih) dan qudrah (kemampuan untuk berbuat). Menurut paham qadariah, Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan itu.
3.      Muktazilah
Paham muktazilah dalam masalah af’al-ibad ini seirama dengan paham qadariah. Bahkan, menurut professor.Dr.Ahmad Amin, kaum qadariah sering dinamakan muktazilah karena mereka sependapat bahwa manusia mempunyai kemampuan mewujudkan tindakan  dan perbuatannya, tanpa campur tangan Tuhan. Mereka juga membantah segala hal yang terjadi karena qadha dan qadar Allah semata.
Kaum muktazilah membagi perbuatan manusia menjadi dua bagian :
a.    Perbuatan yang timbul dengan sendirinya seperti gerakan refleks
b.    Perbuatan-perbuatan bebas.
Mereka sependapat dengan aliran qadariah bahwa manusia bebas melakukan perbuatannya tanpa campur Tuhan. Perbuatan itu dilakukan manusia sendiri dengan daya, kehendak, dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepada manusia itu. Karena itu, Tuhan dikatakan adil jika menyiksa orang yang berbuat dosa dan memasukkan kedalam surga orang yang berbuat baik. Menurut pendapat muktazilah, jika perbuatan manusia diciptakan Tuhan seluruhnya, maka taklif tidak ada artinya. Pahala dan siksa juga tidak berguna dihari pembalasan nanti sebab perbuatan itu dikerjakan bukan dengan kehendak dan kemauannya sendiri.
4.      Asy’ariah
Dalam menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kodrat dan iradat Tuhan, Abu al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, pendiri Asy’ariah, menggunakan paham al-kasb. Menurut al-asy’ari, yang dimaksud dengan al-kasb ialah berbarengan dengan kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Artinya, apabila seseorang ingin melakukan suatu perbuatan, perbuatan itu baru terlaksana jika sesuai dengan kehendak Tuhan. Al-Asy’ari membagi perbuatan manusia kepada dua bentuk yaitu perbuatan yang timbul dengan sendirinya dan perbuatan yang timbul dari kehendak manusia. Dalam al-kasb terlihat bahwa yang berpengaruh dan efektif dalam perwujudan perbuatan manusia adalah Tuhan bukan manusia itu sendiri. Perbuatan manusia baru efektif jika sesuai dengan kehendak Tuhan.
5.      Maturidiah
Menurut golongan maturidiah, kemauan manusia sebenarnya adalah kemauan Tuhan. Namun, tidak selamanya perbuatan manusia dilakukan atas kerelaan Tuhan karena Tuhan tidak menyukai perbuatan-perbuatan yang buruk. Jadi, didalam paham maturidiah ada unsur : kehendak dan kerelaan. Manusia melakukan perbuatan, baik atau buruk, atas kehendak Tuhan. Jika perbuatan yang dilakukan itu baik, maka perbuatan itu mendapat kerelaan Tuhan. Jika tidak, perbuatan itu terjadi atas kehendak Tuhan tetapi tidak dengan kerelaan Tuhan. [2]


[1] Muhammad Ahmad, Tauhid ilmu kalam (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), hal.27

[2] Muhammad Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 158-163

0 komentar:

Post a Comment

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List