Saturday 10 September 2011

A.      Nasab dan kelaqhirqn
Al-ghazali  nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bun Ahmad At-thusi  As-syafi’I terkenal dengan nama Al-Ghazali. Dia seorang Persia asli dia dilahirkan didesa bernama Ghazalah, dekat daerah kota Thus,iran utara (khurasan) paada tahun 450 H/1058 M,sehingga  Al-thusy sering pula dicantumkan pada akhir namanya.
Ayahnya Muhammad  seorang pengrajin yang kerjanya memental wol (bulu) dan hasilnya dijual sendiri ditokonya Thus. Dia termasuk suka menghadiri majlis para ulama dan fuqoha. Beliau selalu berdo’a agar kedua putranya yaitu abu Hamid Al-Ghazali dan Ahmad Al-Ghazali menjadi ulama yang pandai dan suka member nsehat. Tetapi usia ayah mereka tidak member kesempatan untuk menyalsikan do’anya terkabul, ayah mereka meninggal Al-Ghazali dan adiknya Ahmad masih kecil. Sebelum ayah mereka meninggal telah beerwasiat kepada temannya Ahmad bun Muhammad Al-Razakani , dia hidupnya sederhana agar mendidik kedua putrany.

B.      perjalanan  menuntut ilmu , berkhalwat  dan wafatnya.
Al-Ghazali pergi kejurjan dan disini ia belajar kepada imam abu nasr Al-ismai’ili. Di kala itu usianyan belum mencapai 20 tahun. Di Madarasah ini, selain belajar ilmu agama dia juga mempelajari Bahasa Arab dan Persia.
Tidak diketahui dengan jelas berapa lama ia berada di jurjan, kemudia kembali lagi ke thus dan di menjadi ulama hasil belajar  selama tiga tahun di Jurjan , asehingga ia dapat mengusai  pelajaran-pelajaran dengan dengan baik. Selama itu dia juga   sempat belajar tasawuf dari yusuf An-Naisa. Masa kecilnya habis untuk menuntut ilmu, dimulai dengan belajar ilmu fiqih kemudian dia pergi kedaerah naysabur mrngikuti swemua pelajaran oleh gurunya imam Al-Haramainyaitu abu Na-Ali Al-Juwaini  478 H.
Dengan usahanya yang sungguh-sungguh ia dapat menamatkannya dalam waktu singkat. Pada saat ia menjadi terpandang. Ia duduk untukl membacakan dan membimbing murid-murid gurunya yang telah di wakilkan kepadanya setelah tenaga pengajar di Madarasah Al-Nizhamiyah. Bagdad pada tahun 484 H, ia mendalami  pengetahuannya tentang filsafat yanmg sedikit banyaknya telah di peroleh dari gurunya Al-juwaini  kelihatan penerobosan terhadap aqidah warisan dan keterbasan taglid seperti dimulainya terjadi setelah ia mempelajari segala ilmu Agliyat dari Al-Juwaiani sebab kesadaran dalam bentuk lingkungan masa kecilnya, baik didalam kelurga maupun didalam pengasunya, yang bercorak tasawuf bertemu dengan corak lain yang pada esensinya bertentangan, ilmu kalam terutama ilmu mantig, saat itu ia betul-betul menjadi seorang yang mencari pengetahuan (kebenaran)bukan lagi sekedar seorang yang belajar.
Di sini dulu Al-Ghazali mengembangkan karirnyan sebagai pengarang dengan menulis sebuah karangan yang ditulis di bidang fiqih dan ushul fiqih dalam mazhab Syafi’I,karya tulisnya yang pertama berjudul Al-manqul fi ilmu ushul yang meenjadikan gurunyan sangat gembira, meskipun gurunya merasa iri hati kepada Al-Ghazali yang dalam perkataan anda sampai hati menguburku padahal aku masih hidup, apakah anda tidak sabar aku sampai tutup usia wafat  NurnyAl-juwaiani 428 H. Dari gurunya ini Al-Ghazali mempelajri ilmu fiqih, lalu judul (ilmu berdebat), mantiq dan filsafat, Al-ghazli juga sempat mempelajari sufisme kepada abu ali Al-fuadh bin Muhammad bun Al-farmadhi 477 H dsari segi teori dan praktek .
Setelah gurunya Al-juwaini mrninggal , ia mengembara dengan intlektualnya dilanjutkan muaskar (kemah militer sebagai tempat berkumpulnya para tokoh kesultanan saljuk) untuk bertemu dengan Nizam Almulk (wazer sejenak saat itu) dan para tokoh terkenal lainnya ia menetap disana selama kurang lebih lima tanun.
Menurut Harun Nasution, Al-Ghazali meninggalkan bagdad dan berada dalam pengasingan diri (ber uzlah)untuk memperoleh kebenaran yang hakiki, hamper sepuluh tahun lamanya, Al-ghazali terombang-ambing memperhatikan masalah dunia danm emikirkanmasalah akhirat, harta yng ia punya habis di bagi-bagikan, kecuali sedikit untuk bekal di jalan dan biaya anak-anak  yang masih kecil. Sekitar bulan dzulka`dah tahun 488 H Al-ghazali berhijrah ke tanah suci mekkah untuk berhaji  kemudian Al-gazali pergi ke damaskus. Pendapat lain dia pergi ke negri syam, kota damaskus dengan mat ber khalwat, bersunyi diri di dalam mesjid jami (di kota damskus). Pada akhir tahun 488 H Al-Ghazali memulai berkhalwat, menghindari diri dari segala urusan dunia, ia berda dimenara masjid jami, dengam cara berkhalwat. Tidak kurang dua tahun Al-Ghazali berkhawat disitu.sebelum 488 H dan 489 H didalam mi’yanal umum yang pemukiman antara lain untuk mencari tahu cara berfikir dan menalar. Dengan ini ia menunjukan kecenderungannya yang khusus terhadap mantiq.
Didalam Al-iqtishad fil I’tiqad, ia memperhatikan ketergantungan syara terhdap akal, ada prosisi-prosisi yang menujukan keberadaan syara tergantung kepadanya, yaiti prosisi yang hanya didapat dari akal, seperti adanya tuhan.
Menurut pengakuan Al-ghazali,dalam pengalaman tasawauf itu ia memperoleh langsung ilmu-ilmu yang tidak terhingga (ilmu kasypi), meskipun ia tidak menunjukan secara tegas ilmu yang diperoleh darinya itu. Kesimpulannya, dengan cara tasawuflah pengenalan, langsung tentangbhakekat utu dapat dicapai. Sufilah yang lebih dekat dengan Tuhan; akhlak merekalah yang lebih bersih: cara hidup merekalah yang lebih benar, gerak dan diam mereka lahir dari jiwa yang disinari /Nur Muhammad.
Karena tidak puas denga berkhalwat disana, maka pada akhir tahun 490 H Al-Ghazali pergi menuju palestina, mengunjung hebron dan yarus salam. Dia berdo’a didlam mesjid baitul makdis, memohon kepada tuhan supaya diberi petujuk sebagai mana di anugrahkannya kepada Nabi –nabinya. Dan mulai menulis bukunya Al-Ihya ulumuddin ia melakukan jihad melawan hawa nafsu, merubah akhlak memperbaiki watak, menjernihkan pikirannya yang menimpa hidupnya.
 Maka ia melawan setan kebodohan, tuntutan kepemimpinan dan pangkat serta kepura-puraan dengan akhlak mulia menuju ketenangan, mengenakan pakaian orang-orang saleh dan meninggalkan angan-angan yang panjang. Kemudian ia mengembara dipadang sahara tandus, dan akhirnya menuju kairo, mesir yang merupakan pusat kedua bagi kenajuan peradaban dan kebesaran isalam setelah kota bagdad, dari sinilah ia menuju kesebuah pelabuahan iskandariyah .
Ada matnya  hendak berangkat kemaroko untuk memenuhi undangan muridnya (Muhammad) ibnu tumat 1082-1130M), tetapi kemudian matnya itu dibatalkanya dengan alasan yang tidak diketahui, yang akhirnya menuju maroko, tetapi mulanya memutar haluanya ketimu menuju tanah mekkah dan mdinah untuk menunaikan ibadah haji dan menziarahi makam Rasulullsh SAW.
Setelah pengasingan diri  dan pengembaraan Al-Ghazali  berkhir pada tahun 499 H/1105 M. Ia kembali menerima tawaran fakir almulk putra Ali zam Al-Mulk untuk mengajar kembali di madarasah nizamiyah dinashabul kedatangannya kali ini membawa nuansa yang berbeda dari sebelumnya yakni memperkenalkan cara pendekatan sufistik dalam dunia untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki.
Tidak lama ia mengajar dan tinggal di Naisabur, ia kemudian kembali ketempat kelahirannya di thus ia mendirikan sebuah qhandakah (semacam pesantren sufi, kemudian ia tinggal dirumah, banyak bertafakur mengisi waktu dengan sesuatu yang bermanfaat dan menanamkan ketakutan kedalam kalbu (hati), pada tanggal 14 jumadil akhir 505 H/1111 M Al-Ghazali meninggal dunia di atas pangkuan saudaranya Ahmad Al-Ghazali pada usia 55 tahun dan du kuburka di Thus (iran)

C. Hasil karya-karyanya                                                                                                                                                                
Banyak sudah kitab kitab ditulisnya lebih dari seratus macam lebih dan satu diantaranya kitab “Kimiya’e Saadat” yang ditulisnya dalam bahasa Persia ia berasal dari ringkasan, ikhtisar kitab Ihya Ulumuddin. Sebagaimana dikenal kitab Ihya itu ditulis dalam bahasa Arab, maka ketika Al-Ghazali  kembali di negerinya kitab Ihya itu diringkaskan oleh beliau ke dalam bahasa Peersia, agar dapat dipahami oleh bangsanya.
Sekalipun sudah hampir seribu tahun Al-Ghazali meninggalkan kita namun ilmunya, tetesan kalamnya sangat penting ditela’ah oleh kita, lebih-lebih bagi bangsa Indonesia, dimana saat ini mencari-cari sandaran rohani dalam kegelapan alam pertentangan dan pertikaian langsung atau tidak langsung sebagai akibat dari berbagai sebab : pergolakan revolusi di tanah air, habisnya parang dunia II, pertentangan – pertentangan pengaruh dunia internasional dan sebagainya. Hampir di setiap saat dan tempat orang selalu memperbincangkan, mempersoalkan cara-cara bagaimana mengatasi berbagai macam krisis akhlak.[1]
Buku Magashidu’l-Falasifah karya Al-Ghazali, setalah diterjamahkan oleh Gondsalinas merupakan pembukaan mata bagi dunia Eropa untuk memahami filsafat Islam. Sedangkan buku Tahafut Al-Falasifah-nya baru diterjemahkan pada abad ke-15. Sebelumnya, buku itu banyak mendapat kutipan dari Raymond Martin dalam bukunya Puglo fi Dei.[2]
Perlu dijelaskan bahwa seperti dalam karanganya yang lain, Al-Ghazali tidak menyebut sumber-sumber serta nama-nama para perawi dari hadits-hadits yang ia kutip dalam bukunya. Walaupun demikian, tugas takhrij (penyebutan nama para perawi serta keshahihan derajatnya atau tidak sahih hadits itu sendiri) yang tercantum dalam Ihya Ulumuddin, telah dilakukan kira-kira tiga ratus tahun kemudian yaitu oleh seorang hafizh (penghafal hadis) bernama Zainuddin Abu Al-Fadhl Abdurahim bin Husain Al-‘Iraqiy terkenal sebutan namanya Al-Hafizh Al-‘Iraqiy 806H.
Hasil penelitiannya mengenai hadits-hadits Al-ihya’ ini, ia kumpulkan dalam sebuah buku yang diberinya judul Al-Mugniy’an Haml Al-Asfar fi takrij ma fi Al-ihya min Al-akbar.Dari catatan Al-‘iraqy ini dijumpai tidak sedikit dari hadits-hadits yang dikutip oleh Al-Ghazali, berpredikat dhaif sanadnya. Tentunya hal ini perlu ada penjelasan bahwa menurut para ahli hadits. Istilah dha’if tidak berarti bahwa hadits tersebut palsu (maudhu’) atau tidak bernilai. Akan tetapi, yang dimaksud adalah bahwa diantara para rawinya terdapat nama-nama yang kurang kredibilitasnya apabila dibandingkan dengan para perawi hadits sahih. Oleh sebab itu, kita hendaknya lebih kritis dalam menilainya, dan tidak begitu saja menerimanya tanpa reseive. Pada kenyataannya, dalam hal-hal yang berkaitan dengan Fadhail Al-Amal (perbuatan – perbuatan kebajikan) atau Raqa-iq (ungkapan-ungkapan menyantuh hati dan melembutkan jiwa) banyak ulama tidak keberatan memasukkannya dalam buku-buku karangan mereka, terutama yang membahas tentang cara-cara mengatasi penyakit-penyakit hati serta upaya peningkatan akhlak mulia.[3]
Karya-karya yang lainnya adalah Ad-daurrah Al-Fakhirah fi Qasy ‘ulum al-Akhniah, al-Iqtiad fi Al-I’tiqad, al-madnun al-sagir, Al-mankhul min Ta’liqat al lisul, Al-Maqsad al-asna fi Syarh Asma allah Al-husna, Al-Mungiz min Ad-Dalal, al-mustafa min Ilm Al-usul, Ar-Risalah al-qudsiyyah, Fada’il Al-batiniyyah wa fadha’il al-mustazhiriyyah, Jaawahir Al-Qur’an, Ma’arij Al-Quds fi madarij ma’rifah an-Nafs, Majmu’ah rasa’il al-imam al-Ghazali, maqasid al-falasifah, mi’raj as-saliqin, minhaj al-abidin, Mi’yar al-ilm, Misykat Al-Anwar, Muqasyafah al-qulub, Tahafut al-falasifah dan lain-lain.[4]

Universitas Nizamiyah

Berdirinya Universitas Nizamiyah
                Pada masa Al-Ghazali, bukan saja terjadi disintregasi di bidang politik umat Islam, tetapi juga di bidang sosial keagamaan. Umat Islam saat itu terpecah dalam beberapa golongan mazhab fiqih dan aliran kalam, masing-masing dengan tokoh ulamanya yang dengan sadar menanamkan fanatisme golongan kepada umat.
Nizham al-mulk bertindak lebih etis daripada pendahulunya seperti al-kunduri, Wazir Dinasti saljak pertama, yang beraliran mu’tazilah, sehingga mazhab dan aliran lainnya yaitu mazhab Syafi’I dan aliran Asy’ari jadi tertekan serta meminta banyak dari tokoh – tokohnya. Setelah Nizham Al-mulk berkuasa ia mendirikan beberapa madrasah yang diberi nama dengan menggunakan namanya sendiri “madrasah Nizhamiyah”. Di madrasah ini para tokoh ulama mazhab Syafi’i dan aliran Asy’ari dengan leluasa mengajarkan doktrinnya. Untuk ini Nizham Al-Mulk banyak biaya. Setahunnya mencapai 600.000 dinar mas, jumlah yang dianggap Sultan Malik Syah sudah terlalu banyak. Dinasti Saljuk di Syria juga mendirikan madrasah model Nizhamiyyah di daerah mereka dengan maksud yang sama.[5]mentri
Perdana mentri Nizam Al-Mulk pada masa alp arsalan dan malik syah mendirikan madarasah (1067 M) damn madarasah hanafiyah dibagdad. Cabang-cabang madaras didirikan hamper setiap kota irak dan khurasan menjadi modal bagi perguruan tinggi di kemudian hari. Madarasah ini telah melahirkan banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu contohnya yng terlahir pada preode ini adalah az-zamakh sari penulisb dalam bidang tafsir dan ushul ad-din(teologi),Al-khisairi dalam bidang tafsir Al-Ghazali dalam bidang ilmu qalam dan tasawuf dan ummar khyyan dalam bidang ilmu perbintngan.
Sesungguhnya kebangkitan kembali mazhab Al-Asy’ari setelah semua  semua fitnah yang menimpanya dimulai sejak pengusaan orang-orang saljuk atas bagdad, tahun  447 H dan dukungan mereka terhadap mazhab ahlu sunnah. Madarasah Nizamiyah yang didirikan oleh wazir nizam Al-mulk (meninggal 459), dimana Al-Ghazali juga termsuk salah satu pengasuhnya, merupakan salah satu dari berbagai madarasah yang didirirkan oleh orang-orang saljuk untuk tujuan ini. Ketika Salahudin Al-ayyudi (meninggal tahun 589) memegang tampuk pemerintahan, dia juga mengikuti kebijakan yang sama, begitu juga  para penggantinya, mereka semua mendukung mazhab sunni dan menantang manzah syi’I mereka mengukuhkan ajaran-ajaran Asy’ariyah dalam keputusan-keputusan (Negara)setelah sebwelumnyan banyak dipengaruhi oleh ajaran syi’I yang ditinggalkan oleh masa pemerintahan fathimiyah melalui jalan dakwah syi’I beserta ajaran-ajaraqnnya. Salahudin Al-Ayubi telah membangun dua madrasah Nizamiyah di bagdad salah satunya di iskandariyah dan lainnya di kairo untuk menjumpai Al-Azhaer, perguruan fathuniyah terbesar yang menjadi pusat pengajaran Syi’ah di mesir pada saat itu.
Secara pontis Wzirnya terkenal jama Al-Mulk menampakan perubahan dalam sjarah dunia islam yang memperlihatkan kemunculan dan perluan dinasti ini, namun Al-Ghazali juga sempetb menyaksikan kemunduran tajam di nasty ini atas terbunuhnya mulk syah pada tahun 1902 dan meninggalnya Nizam Al-Mulk menyebabkan pertengkaran putra-putra syah ini Mahmud Burkiyaruk, samar dan Mahmud yang kemudian dimenagkan oleh burkiyruq menjadikan dinasti saljuk guncang bahkan pertikaian memperebutkan kekuasaan ini kembali di munculkan permukaan.
t.1 hal.66-67

0 komentar:

Post a Comment

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List