Wednesday, 27 June 2012



Apa Penyebab Kesulitan Belajar pada Anak?
Salah satu faktor penyebab kesulitan belajar  pada anak  adalah gangguan neurologis. Gangguan ini akhirnya mempengaruhi kemampuan anak untuk menerima, memproses, menganalisis, atau menyimpan informasi.
Maria Goretti Adiyanti, dokter dari Bagian Psikologi Perkembangan Anak Fakultas Psikologi UGM mengatakan kesulitan belajar tidak hanya disebabkan karena masalah pendengaran, penglihatan, kemampuan morotik, hambatan emosi atau karena tekanan dari lingkungan. Tetapi juga oleh faktor neurologis.
Adiyanti menjelaskan penyebab utama  anak kesulitan belajar adalah  adanya gangguan otak yang bersifat minimal (DMO),  rusaknya jaringan otak karena suatu penyakit di otak, serta terganggunya fungsi otak karena suatu kelainan yang bersifat periodik dalam jangka waktu yang lama, misalnya epilepsi.
Sementara itu, kesulitan belajar bisa dilihat dari bagaimana anak memahami pelajaran matematika dan bahasa. Pasalnya, kedua mata pelajaran tersebut, mengajarkan anak tentang kemampuan dasar seperti menulis, membaca, dan menghitung.
"Pada anak-anak yang berkesulitan dalam bahasa dan matematika, tentunya tidak dipahami secara sempurna.  Kondisi ini dapat menyebabkan guru dan orangtua menjadi cemas dan kemungkinan timbul sikap negatif terhadap anak," ujar Maria di Yogyakarta, Jumat(24/2)
Sementara itu staf pengajar Fakultas Psikologi UGM bidang Psikologi Pendidikan, Supra Wimbarti, menambahkan, kemampuan dalam matematika sangat diperlukan oleh manusia pada usia awal perkembangan. Terutama pada saat anak duduk di sekolah dasar.
Secara kognitif, kemampuan matematika diperlukan untuk membantu siswa berpikir logis. Sementara itu, kemampuan berbahasa diperlukan untuk memahami ilmu pengetahuan. Matematika perlu dikuasai siswa sekolah dasar untuk membantu mencerna ilmu-ilmu di jenjang yang lebih tinggi.
Namun sayang, matematika yang dianggap sebagai pelajaran penting untuk perkembangan otak, justru masih menduduki peringkat rendah. Berdasarkan  hasil survei Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National Center for Education in Statistics, 2003) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika, Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay.


Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki ganguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Karakteristik anak yang kesulitan belajar
Myklebust dan Johnson seperti dikutip Hargrove dan Poteet (1984:164) mengemukakan beberapa ciri anak berkesulitan belajar sebagai berikut :
1) Mengalami kekurangan dalam memori visual dan auditoris, kekurangan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang;
2) Memiliki masalah dalam mengingat data seperti mengingat hari-hari dalam seminggu;
3) Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan;
4) Memiliki kekurangan dalam memahami waktu;
5) Jika diminta menggambar orang sering tidak lengkap;
6) Miskin dalam mengeja;
7) Sulit dalam meninterpretasikan globe, peta, atau grafik;
Kekurangan dalam koordinasi dan keseimbangan;
9) Kesulitan dalam belajar berhitung; dan
10) Kesulitan dalam belajar bahasa asing.

Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1. Out of Law / Tidak taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2. Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3. Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4. Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda

Perlu diketahui juga, awalnya banyak pendapat yang menyatakan keberhasilan anak dan pendidikan anak sangat tergantung pada IQ (intelligence quotient). Namun memasuki dekade 90-an pendapat itu mulai berubah. Daniel Goleman mengungkapkan bahwa keberhasilan anak sangat tergantung pada kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang dimiliki. Jadi IQ bukanlah satu satunya yang mempengaruhi keberhasilan anak, masih ada emotional intelligence yang juga perlu diperhatikan.
Ini adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati. Dari berbagai penjelasan diatas, tentu banyak sekali tugas kita sebagai orangtua dalam mendidik anak kita baik mulai dari masa kecil mereka maupun hingga besar nantinya. Semua adalah tanggung jawab yang mulia, sebagaimana anak adalah karunia dan titipan tuhan kepada kita. Maka dari itu kita lah yang harus merawat dan memperhatikan perkembangan mereka, dan akhirnya kita pula yang akan tersenyum bahagia melihat perkembangan mereka. Marilah kita memulai belajar mengenali dan mendidik anak mulai dari sekarang.


0 komentar:

Post a Comment

Categories

Popular Posts

SAHABAT BLOGGER

Ordered List