HAKIKAT BELAJAR
Belajar adalah proses untuk mengubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari belum bisa menjadi bisa, dari belum terampil menjadi terampil dan mahir. Sedangkan mengajar sendiri adalah upaya mentransformasi orang lain, yakni peserta didik, agar menjadi tahu, bisa, terampil, dan mahir. Bila belajar dan mengajar digabungkan dalam satu aktivitas bersama maka hal ini disebut sebagai kegiatan pembelajaran.
Menurut Burton 1984 dalam Usman (2000: 4) bahwa belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan antara individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Ervest R. Ilgars dalam Usman (2000: 5) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau diubahkan suatu kegiatan karena mereaksi suatu kegiatan. Perubahan tersebut tidak disebabkan oleh proses pertumbuhan (kematangan) atau keadaan organisme yang sementara. H.C. Witherinton dalam Usman (2005: 5) mengemukakan bahwa belajar adalah sebuah perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian.
Dari berbagai definisi belajar, maka oleh Usman (2005: 5) menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan.
Pembelajaran = belajar + mengajar
Pembelajaran itu sendiri secara konsep dasarnya adalah pertemuan atau persenyawaan antara aktivitas murid belajar dan guru sedang mengajar. Secara hakikat, pembelajaran adalah proses peningkatan kemampuan baik di ranah kognitif, afektif, dan juga ranah keterampilan melalui aktivitas interaksi antar-elemen pembelajaran. Elemen pembelajaran yang dimaksud ada tiga, yakni guru, siswa, dan media atau sumber belajar. Apabila terjadi interaksi yang sempurna antara ketiganya, maka itulah yang disebut dengan pembelajaran aktif.
Interaksi belajar-mengajar atau interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran. Tanpa adanya interaksi, maka tidak akan ada proses belajar.
Pembelajaran yang sempurna setidaknya memiliki delapan tipe interaksi yang intensif, yakni:
- Interaksi antara guru dan siswa;
- Interaksi antara guru dan sumber belajar;
- Interaksi antara setiap individu siswa langsung dengan media dan sumber belajarnya;
- Interaksi antara individu siswa dengan individu siswa yang lain;
- Interaksi antara guru dan kelompok siswa;
- Interaksi antara individu siswa dengan kelompoknya;
- Interaksi kelompok dengan sumber dan media belajarnya;
- Interaksi antara kelompok dengan kelompok lain.
Apabila pembelajaran aktif dapat berlangsung dengan baik, maka guru harus memastikan bahwa kedelapan tipe interaksi tersebut harus benar-benar terlaksana semua. Interaksi yang terbangun harus benar-benar berada dalam lingkup kegiatan belajar yang bermakna, maka membangun ragam interaksi ini harus dengan metode pembelajaran yang tepat.
Interaksi ini sangat erat kaitannya dengan metode pembelajaran, sebab interaksi ini hanya bisa muncul bila guru memfasilitasinya dengan suatu metode pembelajaran. Sehingga, semakin banyak guru menggunakan metode pembelajaran, maka dalam sesi tersebut akan semakin banyak membangun interaksi antar-elemen pembelajaran. Misalkan saja metode bermain peran secara berkelompok, maka metode ini akan dapat membangun interaksi antara individu siswa dengan kelompok.
HAKIKAT MENGAJAR
Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kesatuan dari dalam kegiatan yang terarah.
Kegiatan belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan dalam proses pendidikan baik dalam lingkungan pendidikan formal, informal maupun dalam lingkungan non formal. Oleh karena itu masalah belajar bukan hanya masalah sekolah tetapi malah setiap manusia sehingga berhasil tidaknya tujuan pendidikan akan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar yang dilakukan oleh pelajar itu sendiri.
Sehubungan dengan pentingnya masalah belajar dalam kehidupan setiap individu mendorong para ahli untuk berusaha mempelajari menafsirkan dan merumuskan sesuatu konsep belajar yang dijadikan suatu pedoman dalam membantu mencapai tujuannya. Akan tetapi hasil rumusan antar ahli menunjukkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh kompleksnya masalah belajar yang terjadi pada setiap individu.
Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa (Usman 2000: 6).
Pengertian mengajar di atas mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa yang mampu memanfaatkan lingkungan, bauk terdapat di dalam kelas maupun di luar kelas.
Menurut J.S. Bruner dalam Usman (2000: 5) mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwa mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral, maka berhasilnya pendidikan siswa secara formal terletak pada tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Mengajar merupakan suatu perubahan atau pekerjaan yang bersifat unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa dan guru yang mengajar serta bertalian erat dengan manusia di dalam masyarakat. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan secara praktis dalam dalam kehidupan sehari-hari dan mudah dihayati oleh siapapun (Usman 2000: 5).
HAKIKAT PEMBELAJARAN
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002: 128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).
2. Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belaja, meliputi:
- Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.
- Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
- Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
- Merupakan upaya sadar dan disengaja
- Pembelajaran harus membuat siswa belajar
- Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
- Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil