Hadits Maudhu’ secara etimologis merupakan bentuk isim Maf’ul dari يضع – وضع. Kata وضع memiliki beberapa makna. Antara lain (menggugurkan), (meninggalkan), mengada-ngada, dan membuat-buat. Sedangkan menurut istilah Hadits maudhu’ adalah sesuatu yang distandarkan atau dinisbatkan kepada Rasululloh SAW secara mengada-ngada dan dusta. Yang sama sekali tidak pernah diucapkan, dikerjakan atau ditetapkan oleh beliau.
Jadi yang dimaksud dengan Hadits Palsu (Maudhu’) adalah pernyataan, atau pernyataan-pernyataan, yang sesungguhnya bukanlah hadits Nabi, tetapi beberapa kalangan menyebutnya sebagai hadits Nabi. Isi hadits palsu tidaklah selalu buruk atau bertentangan dengan ketentuan umum ajaran Islam. Hal itu dapat dimengerti bahwa sebagian dari tujuan pembuatan hadits palsu adalah untuk kepentingan dakwah dan peningkatan hidup yang zuhud.
B. Sebab-sebab Timbulnya Hadits Maudhu’ (Palsu)
Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hadits-Hadits palsu muncul sejak terbunuhnya Kholifah Utsman bin Affan dan tampilnya Ali bin Abu Tholib serta Mu’awiyah yang masing-masing ingin memegang jabatan Kholifah. Maka umat Islam terpecah belah menjadi 3 golongan, yaitu Syi’ah, Mu’awiyah dan khawarij.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadi atau timbulnya hadits maudhu’ (palsu), diantaranya:
1. Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran agama Islam.
2. Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan, misalnya dari golongan Syii’ah, golongan tarekat, Sufi, orang-orang Zidiq, orang yang menamakan diri mereka itu Zuhud, Karaamiyah, ahli Bid’ah, para khatib, ahli cerita, mereka yang biasa member nasehat dan lain-lainnya. Semua yang tersebut di atas membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan hadits-hadits palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan yang mereka beri nama “At-Tarhiib”.
3. Atau dengan maksud mendekatkan diri kepada sulthan, raja, penguasa, presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan untuk mencari kedudukan.
4. Untuk mencari penghidupan dunia.
5. Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khotbah dan lain-lainnya.
C. Ciri-ciri Hadits Maudhu’ (Palsu)
Ada beberapa yang dapat kita lakukan untuk mengetahui tentang suatu hadits, apakah hadits itu sahih ataukah maudhu’ (palsu), diantaranya:
Ø Susunan Hadits itu baik lafadz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW.
Ø Isi / maksud Hadits tersebut bertentangan dengan akal.
Ø Isi / maksud itu bertentangan dengan nash al-Qur’an dan atau Hadits mutawatir.
D. Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu’ (Palsu)
v Secara muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu (maudhu’) itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu adalah palsu.
v Bagi mereka yang meriwayatkannya dengan tujuan untuk memberi tahu pada orang bahwa hadits ini adalah palsu, (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau membacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
v Mereka yang tidak tahu sama sekali kmudian meriwayatkannya, atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapat penjelasan oleh para ahli hadits bahwa riwayat atau hadits yang dia riwayatkan atau mengamalkan itu adalah yang palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya haram (berdosa).
E. Metode untuk Mendeteksi Hadits Maudhu’ (Palsu)
Para ulama yang cukup lama bergelut dengan hadits Nabi, telah meningkatkan suatu metode yang memungkinkan mereka secara akurat dalam mendeteksi kekeliruan. Secara singkat, jika sebuah hadits tidak diriwayatkan oleh orang ulama yang tsiqah dan dhabith (kuat hafalan) dan di dalam isnad-nya terdapat seorang yang dituduh pendusta, maka hadits ini dinilai sebagai hadits yang dipalsukan oleh seseorang.
Berikut ini sebuah ringkasan metode yang diuraikan oleh Ibnu Al-Qayyim tejtang patokan umum untuk menolak hadits adalah sebagai berikut:
ü Jika sebuah hadits memuat suatu ungkapan yang berllebihan atau tidak wajar, dimana hal itu tidak mungkin oleh Nabi.
ü Pengalaman menolak pernyataan tersebut.
ü Bentuk penisbahannya menggelikan.
ü Bertentangan dengan sebuah sunnah yang sudah dikenal.
ü Penisbahan pernyataan kepada Nabi diduga juga diketahui oleh sejumlah (ribuan) sahabat, tetapi kenyataannya, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahuinya.
ü Pernyataan tersebut tidak mirip dengan pernyataan Nabi yang lainnya dari Nabi.
ü Pernyataan itu kedengarannya diucapkan oleh praktisi mistikus, para normal atau penjual obat.
ü Bertentangan dengan makna Al-Qur’an yang cukup jelas.
ü Tidak selaras dengan polanya.
F. Kategori Hadits Maudhu’ (Palsu)
Hadits yang disandarkan kepada Nabi dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
a. Pemalsuan Hadits yang Disengaja (Mawdhu’)
1) Mereka yang telah melakukan dosa besar ini berasal dari kalangan yang beragam. Kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang zindiq yang tidak mampu memerangi Islam secara terang-terangan, dan dan mereka berlindung di bawah jubah keahlian.
2) Ada sejumlah orang yang lemah ingatannya yang membuat-buat hadits dengan minat yang cukup besar untuk mendapatkan imbalan ibadah.
3) Ada sejumlah penutur cerita yang biasa duduk-duduk di salah satu sudut pasar atau mesjid, dan mempropagandakan hadits palsu yang disandarkan kepada junjungan kita.
4) Ada sejumlah tokoh religious yang memalsukan hadits, untuk menyokong idea-idea alirannya, baik hukum, teologi, politik, ataupun karena ingin memojokkan suku bangsa, negara atau orang tertentu, atau mereka yang memalsukan hadits untuk kepentingan diri pribadi mereka sendiri.
b. Pemalsuan Hadits yang Tidak Disengaja (Hadits-Bathil)
1) Mereka yang mengambil hadits yang sudah benar dan memberinya satu mata rantai (isnad) baru untuk mendapatkan pengakuan keilmuan, kemudian mereka menjadi terkenal dan sebuah focus tempat belajar hadits.
2) Mereka yang melakukan kesalahan dalam periwayatannya.
3) Para ahli ibadah yang tekun yang tidak sengaja melakukan kesalahan, dan mereka tidak memberikan porsi perhatian mereka yang cukup untuk studi hadits, serta meraka selalu sibuk dengan kegiatan ibadah.
4) Para ulama yang mempelajari hadits dari syaikh tertentu, kemudian mereka mengambil hadits yang lain dari syaikh yang sama, hanya saja mereka tidak langsung belajar darinya.
5) Merka yang mempelajari sejumlah buku dari beberapa orang tokoh, hanya saja mereka tidak menyalin apa-apa yang telah mereka pelajari pada saat itu.
6) Orang-orang yang kurang mempunyai kualifikasi utama untuk mengajarkan hadits; seperti hafalan yang kuat, hati-hati, atau sebuah buku yang benar.
7) Para ulama yang melakukan perawatan dalam mencari hadits dan telah diakui oleh para muhadditsin, hanya saja meraka telah kehilangan buku-buku yang mereka pelajari.
G. Dampak dari Munculnya Hadits Maudhu’ (Palsu)
Hadits “Palsu” yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak dan sangat buruk pada masyarakat Islam di antaranya:
1. Munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat.
2. Munculnya ibadah-ibadah yang bid’ah.
3. Matinya sunnah.
PT Bina Ilmu.
0 komentar:
Post a Comment