Takrif talak menurut bahasa Arab adalah “melepaskan ikatan”. Yang dimaksud disini ialah melepaskan ikatan pernikahan.hampir semua orang tahu apa maksud atau tujuan dalam pernikahan, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna.
2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.
3. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat laki-laki (suami) dengan kaum kerabat perempuan (istri) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan yang membawa satu kaum (golongan) untuk tolong-menolong dengan kaum yang lainnya.
Apabila pergaulan kedua suami istri tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka hal itu akan mengakibatkan berpisahnya dua keluarga. Kerena tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dibukakan-Nya suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian. Mudah-mudahan dengan adanya jalan itu terjadilah ketertiban dan ketentraman antara kedua belah pihak, dan supaya masing-masing dapat mencari pasangan yang cocok yang dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
Apabila ada perselisihan suami istri itu menimbulkan permusuhan, menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka, sebab menurut asalnya hukum talak itu makruh adanya.
B. Talak Menurut Orang-orang Mesir Kuno
Kebiasaan talak sudah terjadi dan tersebar sejak dahulu kala di kalangan bangsa-bangsa dengan sebab-sebab yang terjadi antara suami istri. Sebab-sebab itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan dan manusia.
Disini akan kami sebutkan bagaiman pandangan orang-orang Mesir Kuno tentang talak, agar para penbaca merasa jelas tentang keadaan pada masa lampau dan masa kini dalam masalah ini.
Di dalam sebuah bukti peninggalan kuno ditemukan sebuah bungkusan yang di dalamnya terdapat beberapa lembar daun pohon Bardi (sejenis daun bambu) yang dimasukan ke dalam bejana besar yang tertutup. Di antara daun-daun itu terdapat selembar daun bertuliskan lafadz (sighat) talak yang ditulis oleh seorang penulis pada tahun 2200 SM. Penulis itu bernama Tun bin Asmin. Daun bertuliskan lafadz talak tersebut ditulis dalam bahasa kuno atas nama seorang laki-laki yang bernama Amon Kautsar. Surat talak itu terjemahnya:
“aku tinggalkan kamu sebagai istri. Aku tiodak punya lagi hak-hak atas kamu sebagai istri. Aku katakan kepadamu, carilah suami lain. Aku tidak sanggup lagi berada di depanmu di rumah manapun yang engkau tempati. Tidak ada lagi hakku atas kamu sebagai istri sejak hari ini sampai seterusnya. Pergilah segera tanpa permusuhan, sesungguhya kamu bebasdi sini Tuhan”. Tun bin Asmindalam daun ini ditulis sebagai penulis. Di bawahnya dibubuhkan tanda tangan empat orang saksi.
Dari sini jelaslah bahwa talak sudah diketahui dan sudah terjadi pada bangsa-bangsa yang telah mengakar pada kebudayaan yang masih primtif sejak dahulu.
C. Hukum-hukum Talak (Perceraian)
Menurut hukum talak itu makruh adanya, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Suatu yang halal amat dibenci Allah ialah talak”. Oleh karena itu, dengan menilik kemaslahatan atau kemudaratannya, maka hukum talak ada empat, yaitu:
1. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakimyang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
2. Sunat, apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nefkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
4. Makruh, yaitu hukum asal dari talak yang tersebut di atas.
Dimakruhkan aras kaum laki-laki menceraikan istrinya tanpa sesuatu hajat. Jika ia harus menceraikan istrinya juga, maka diutamakan tidak lebih dari satu kali talak saja. Dan kalau ia hendak menceraikan istrinya dengan talak tiga, maka sebaiknya dipisahkannya. Pada tiap kali suci, diceraikannya satu kali. Kalau dikumpulkannya pada satu kali suci saja, hukumnya boleh.
Talak itu ada tiga macam, yaitu:
1. Talak sunnah, yaitu menceraikan istrinya ketika si istri dalam keadaan suci dan belum dicampurinya.
2. Talak bid’ah, si suami menceraikan istrinya semasa haidnya, atau di masa suci teta[pi sudah dicampurinya.
3. Tidak sunnah dan tidak bid’ah, yaitu talak anak kecil, ta;ak perempuan yang sudah putus asa untuk mendapatkan haid, talak wanita yang menjadi jelas kehamilannya.
Apabila seorang wanita hamil, lalu ia haid pada masa hamil itu, kemudian suaminya menceraikannya pada masa haid itu, menurut mazdhab bukan bid’ah. Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa itu adalah bid’ah.
Tidaklah berdosa seorang suami menceraikan istrinya dalam keadaan yang kami sebutkan di atas, melainkan pada talak bid’ah. Barang siapa mentalak istrinya dengan talak bid’ah, maka disunnahkan baginya untuk meruju’ kembali itu.
D. Lafadz Talak (Perceraian)
Kalimat yang bisanya dipakai untuk perceraian ada dua macam, yaitu:
1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami, “Engkau tertalak” atau “Saya ceraikan engkau”. Kalimat ini yang sarih (terang) tidak perlu dengan niat. Berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
2. Kinayah (sendirian), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan untuk perceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, “pulanglah engkau ke rumah keluargamu”, atau “pergilah dari sini”, dan sebagainya. Kalimat sendirian ini bergantung pada niat, artinya “kalau tidak diniatkan untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Kalau diniatkan untuk menjatuhkan talak barulah menjadi talak”.
E. Bilangan Talak (Perceraian)
Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menalak istrinya dari talak satu sampai talak tiga. Talak satu atau dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis iddahnya, dan boleh menikah kembali sesudah iddah. Iddah ialah masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup atau cerai mati), guna supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak.
Adapun talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila si perumpamaan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak pula oleh suaminya yang kedua itu.
Memang perempuan itu boleh menikah kenbali dengan suaminya yang pertama jika perenpuan itu sudah menikah dengan laki-laki lain, serta sudah campur dan sudah pula diceraikan olh suaminya yang kedua itu, dan sudah habis pula iddahnya dari perceraian yang kedua. Tetapi perlu kita ingat, hendaklah pernikahan yang kedua itu dengan benar-benar menurut kemauan laki-laki yang kedua, dan benar-benar dengan kesukaan perempuan, bukan kerna kehendak suami yang pertama. Tegasnya, bukan dengan maksud supaya ia dapat menikah kembali dengan laki-laki yang pertama, memang betul-betul dengan niat yang kekal, tetapi untung dan nasib tidak mengijinkan pernikahan kedua ini kekal. Adapun kalau disengaja supaya ia dapat kembali suami yang pertama, perbuatan seperti itu tidak diizinkan oleh agama Islam, bahkan dimurkai.
F. Pendapat Tentang Talak Tiga
Talak tiga itu meliputi beberapa cara, seperti disebut di bawah ini:
1. Menjatuhkan talak tiga kali pada masa yang berlainan. Misalnya seorang suami menalak istrinya talak satu, pada masa iddah di talak lagi talak satu, pada masa iddah kedua ini di talak lagi talak satu.
2. Seorang suami menalak istrinya dengan talak satu, sesudah habis iddahnya dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi, setelah habis iddahnya dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya.
3. Suami menalak istrinya dengan ucapan, “saya talak engkau talak tiga”, atau “saya talak engkau, saya talak engkau, saya talak engkau”, diulang-ulangnya kalimat itu sampai tiga kali berturut-turut.
Pada cara yang pertama dan kedua, para ulama sepakat bahwa talak itu jatuh menjadi talak tiga, dan berlaku hukum talak tiga seperti yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan cara yang ketiga, para ulama berbeda-beda pendapatnya, yaitu pendapat yang pertama, jatuh talak tiga, berlaku segala hukum talak tiga seperti di atas. Pendapat yang kedua, tidak jatuh sama sekali, artinya istrinya itu belum ditalak. Talak tiga bukan perintah Rasulullah SAW, bahkan dilarang oleh beliau. Pendapat yang ketiga, jatuh talak satu. Dalam hal ini berlaku hukum talak satu seperti di atas, dan suami masih boleh rujuk kembali kepada istrinya.
G. Khulu’ (Talak Tebus)
Talak tebus artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan penbayaran dari pihak istri kepada suami. Perceraian dengan cara ini diperbolehkan oleh agama kita dengan disertai beberapa hukum perbedaan dengan talak biasa. Firman Allah SWT:
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(Al-Baqarah: 229).
Ayat Inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' Yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.
Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya talak tebus ini terjadi kehendak dan kemauan si istri. Adanya kemauan ini menunjukkan bahwa ia rela walaupun menyebabkan iddahnya jadi panjang. Apalagi biasanya talak tebus ini tidak terjadi selain karena perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahakannya lagi.
Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini berakibat bekas suami tidak dapat rujuk lagi, dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah, hanya diperbolehkan menikah kembali dengan akad baru.
Sebagian ulam memperoleh talak tebus, baik terjadinya karena keinginan dari pihak istri atau dari pihak suami, karena tersebut dalam ayat di atas, yaitu: “Tidak ada halangan ata keduanya”.
Sebagian ulama berpendapat tidak boleh talak tebus kecuali apabila keinginan bercerai itu datang dari pihak istri karena ia benci kepda suaminya, dan bukan disebabkan kesalahan suami; sebab kalau talak tebus itu atas kehendak suami atau karena tekanan dari suami, hal itu merupakan paksaan kepada istri untuk mengorbankan hartanya guna keuntungan suami yang ingin bercerai atau suami benci kepada istrinya, ia dapat bertindak dengan perceraian yang biasa, sebaba talak itu ada di dalam kekuasaannya.
H. Zhihar
Yang dimaksud dengan zhihar ialah seorang laki-laki menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya, “Engkau tampak olehku seperti punggung ibuku”.
Apabila seorang laki-laki mengatakan demikian dan tidak diteruskannya kepada talak, maka ia wajib membayar kafarat, dam haram bercampur dengan istrinya sebelum membayar kafarat tersebut.
Zhihar ini pada zaman Jahiliyah dianggap menjadi talak, kemudian diharamkan oleh agama Islam serta diwajibkan membayar denda kafarat.
Artinya: “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (Al-Mujadilah: 2).
Denda (kafarat) Zhihar:
1. Memerdekakan hamba sahaya
2. Kalau tudak dapat memerdekakan hamba sahaya, puasa dua bulan berturut-turut
3. Kalau tidak kuat puasa, memberi makan 60 orang miskin, tiap-tiap orang ¼ sa’fitrah (3/4 liter).
Tingkatan ini perlu berurut sebagaimana trsebut di atas. Berarti yang wajib dijalankan adalah yang pertama lebih dahulu; kalau yang pertama tidak dapat dijalankan, baru boleh dengan jalan yang kedua; begitu puala kalau tidak dapat yang kedua, baru boleh yang ketiga.
I. Hikmah Talak (Perceraian)
Allah yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya kecuali untuk kepentingan suami, istri atau keduanya, atau untuk kepentingan keturunannya. Dalam hal ini mengandung dua hal yang merupakan sebab trjadinya talak:
1. Kemandulan. Kalau seorang laki-laki mandul, maka dia tidak akan mempunyai anak padahal anak merupakan keutamaan kawin. Begitu juga hal dengan perempuan., apabila ia mandul, maka keberadaannya bersama suami akan mempengaruhkan kejernihan kehidupan.
2. Terjadinya perbedaan dan pertentangan, kemarahan dan segala yang mengingkari cinta di antara suami istri.
0 komentar:
Post a Comment